‘Tembok Besar’ Trans Lapindo
Bongkahan batu besar dan material batu pecah disusun dan diratakan untuk pengerasan jalan 1,8 Km. Satgas TMMD dan masyarakat gotong royong merapikan badan jalan dengan lebar 5 meter.-RADAR BENGKULU-
Tak hanya itu, sasaran fisik tambahan seperti membuat sumur bor, juga merupakan upaya mewujudkan ketersediaan air bersih di desa. Dibangun satu titik di Kantor Desa, sumur bor itu diharapkan dapat mencukupi masyarakat yang membutuhkan air bersih pasca kekeringan di musim kemarau ke depan.
Lalu, Dansatgas Letkol Andri menerangkan, pembuatan sumur bor merupakan Program TNI AD Manunggal Air, sesuai arahan bapak Kasad Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, M.Sc.
Disamping itu, program TNI AD ‘Bersatu Dengan Alam’ juga dilaksanakan dengan melakukan penghijauan/penanaman 500 bibit pohon di sekitar pinggir jalan dan sungai.
“Sementara sebagai ketahanan pangan, juga kami lakukan penanaman jagung di lahan seluas 5 hektare”, jelas Dansatgas yang juga mengharapkan ketahanan pangan terwujud di Trans Lapindo ini.
Sasaran fisik tambahan, sambung Dansatgas, rehab Masjid untuk memberikan kelayakan tempat beribadah. Selain itu juga rehab MCK, agar masyarakat memiliki fasilitas MCK yang bersih dan terhindar dari berbagai penyakit.
• ‘Tembok Besar’
Jejak masa lalu membekas di sanubari masyarakat Trans Lapindo yang harus bertransmigrasi dari kampung halamannya belasan tahun silam.
Kerinduan kampung halaman enggan diingat. Semangat ratusan masyarakat Trans Lapindo tak surut untuk kelangsungan hidupnya. Melalui transmigrasi umum, membentuk permukiman baru.
Berbagai persoalan baru dihadapi (permukiman baru, masalah baru). Persoalan lahan sengketa hingga ganti rugi lahan usaha dialaminya, hingga ekonomi sulit tumbuh akibat belum definitifnya Desa Lubuk Talang.
Diceritakan, Marsidi (65), Tokoh Masyarakat setempat, bahwa Desa Lubuk Talang ini belum tersentuh pembangunan kurang lebih selama 15 tahun.
“Saya dan saudara-saudara saya bertransmigrasi tahun 2008 dan sejak saat itu belum sama sekali ada pembangunan, terutama jalan desa, kondisinya terjal, licin dan berlumpur saat musim hujan. Kemudian, kondisi lahan disini masih banyak hutan, kayu-kayu besar berserakan. Butuh waktu 3 bulan, saya dan warga disini membersihkan lingkungan desa saat itu”, ungkapnya, sembari bersantai ngopi bareng.
Lanjutnya mengisahkan, “dulu disini juga banyak babi hutan, sehingga banyak warga melakukan pembukaan lahan untuk mengusir babi-babi hutan. Namun, setelah itu muncul harimau, menyasar ternak warga. Kemungkinan harimau itu lapar, karena babi hutan mulai jarang, maka harimau ke permukiman warga dan menyerang ternak”.
“Tak hanya itu, beberapa gajah juga muncul, namun hanya di kebun, memakan buah kelapa sawit. Kemudian kami mengusirnya dibantu petugas Polsus (Polisi Kehutanan)”, katanya.
Sambungnya mengulas beberapa peristiwa yang disaksikannya, “bertahun-tahun kami mengalami berbagai kesulitan. Kondisi jalan yang terjal dan licin saat hujan itu sering mengakibatkan anak-anak sekolah terjatuh dari motor, sehingga tidak jadi berangkat sekolah. Belum lagi ketika kami ingin keluar desa, ban motor harus dirantai, itupun masih sulit melewati jalan desa ini”, keluhnya, yang menyingkap berbagai persoalan desa.