Tindakan Pemerintah Terhadap Harga TBS Sawit Jangan Sekedar Pencitraan

Harga Sawit terkini--
Sekalipun perusaan tidak penaati harga ketetapan provinsi selama ini, sulit bagi Pemkab dan Pemprov Bengkulu untuk memberi sanksi kepada pabrik. Sebab tidak ada dasar hukum.
"Ini kalau soal pembelian TBS. Tidak ada pasal sanksi di peraturan. Makanya kalau ada kepala daerah menyatakan bakal menyanksi pabrik, itu sekedar pencitraan, menurut saya. Kalau betul ada gubernur kasih sanksi ke perusahaan gara-gara pembelian TBS, paling juga di PTUN-kan sama perusahaan. Saya yakin pemerintah kalah," bebernya.
Edy kembali menekankan, kalau harga ketetapan provinsi itu betul-betul ingin diberlakukan, pemerintah harus mendorong kemitraan perkebunan sawit rakyat.
Petani dapat membentuk lembaga dalam bidang 20 hektar lahan sawit, bermitra dengan salah satu PKS. Barulah, harga beli pabrik wajib mengikuti harga ketetapan gubernur.
Petani yang tergabung dalam kelompok kemitraan juga memiliki komitmen dan tanggung jawab. Seperti, buah yang dijual harus memenuhi syarat penerimaan sesuai Permentan 13 tahun 2024, dan tidak boleh menjual ke pabrik lain.
"Kemitraan ini tentu ditungkan dalam perjanjian kerja sama. Pemerintah bisa berperan sebagai mediator," ujar Edy
Tantangannya, untuk di Kabupaten Mukomuko dan kabupaten di provinsi Bengkulu, biasanya dalam 20 hektar satu hamparan pemiliknya bisa 5 sampai 10 orang. Menyatukan pola pikir pemilik lahan jadi satu visi dan misi menjadi "PR" pemerintah.
"Pertanyaan, apakah 5 sampai 10 orang pemilik lahan ini mau mengikuti peraturan dan perjanjian. Pertanyaan besar berikutnya, apakah perusahaan mau mendukung kemitraan perkebunan sawit ini. Tapi, selama belum ada kemitraan (berdasarkan peraturan saat ini) sanksi bagi pabrik yang membeli TBS di bawah ketetapan provinsi, hanya Omdo (Omong Doang)," demikian Edy Masyuri.