MK Putuskan Pemilu Serentak 5 Kotak Dihapus Mulai 2029

MK Putuskan Penyelenggaraan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah, Pilkada Paling Cepat 2 Tahun Usai Presiden Dilantik-Disway-Anisha Aprilia ---
Demi Demokrasi yang Lebih Berkualitas
RADAR BENGKULU – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menjawab kegelisahan banyak pihak terhadap kompleksitas Pemilu serentak lima kotak yang selama ini dinilai memberatkan pemilih, melemahkan partai politik, dan menenggelamkan isu pembangunan daerah.
Dalam putusan bersejarah Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK memutuskan bahwa mulai Pemilu 2029, pemilihan nasional dan pemilihan daerah akan dipisahkan pelaksanaannya.
Pemilu nasional diartikan yakni pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden yang akan diselenggarakan terlebih dahulu. Dua hingga dua setengah tahun kemudian, barulah diselenggarakan pemilu daerah (lokal) yang meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota serta gubernur, bupati, dan wali kota.
Putusan ini merupakan jawaban atas gugatan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang menilai bahwa sistem Pemilu 5 kotak telah membebani pemilih dan membingungkan masyarakat, sekaligus mengacaukan fokus pembangunan daerah.
BACA JUGA:APBD Rp 670 Juta untuk Festival Tabut 2025: Pentas Meriah, 250 Tenant UMKM, dan 35 Stand Gratis
BACA JUGA:Kejari OTT Oknum LSM, Diduga Peras Kepala Puskesmas Rp 25 Juta
"Dengan pemisahan ini, kita ingin mewujudkan pemilu yang lebih berkualitas dan memberikan waktu yang cukup bagi rakyat untuk menilai kinerja pemimpin nasional dan lokal secara lebih objektif," ujar Wakil Ketua MK, Saldi Isra, dalam sidang putusan yang digelar Kamis (26/6/2025).
MK menilai bahwa pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang berdekatan dengan pemilu presiden dan legislatif nasional menyebabkan isu-isu lokal kehilangan panggungnya. Pembangunan daerah pun seakan tersingkir dari perbincangan politik karena masyarakat dan elite politik sibuk membicarakan isu nasional.
"Padahal pembangunan daerah adalah denyut nadi kesejahteraan rakyat yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus," lanjut Saldi Isra.
Dari sisi pemilih, MK juga melihat bahwa pemilu lima kotak menyebabkan kejenuhan. Dengan banyaknya surat suara yang harus dicoblos dalam waktu singkat, pemilih cenderung memilih secara asal-asalan. Fokus pemilih terpecah, dan ini berakibat pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat.
"Pemilu adalah pesta demokrasi, bukan beban administratif yang melelahkan dan membingungkan," tegas Saldi Isra.
MK menyadari bahwa putusan ini membawa konsekuensi hukum yang luas, terutama pada masa transisi jabatan kepala daerah dan anggota DPRD hasil Pemilu 2024. Oleh karena itu, MK menyerahkan pengaturan masa transisi ini kepada pembentuk undang-undang, dengan prinsip rekayasa konstitusional (constitutional engineering) yang mengedepankan kepastian hukum.
BACA JUGA:Kuasa Hukum Tersangka Kasus PAD Mega Mall & PTM Buka Suara: Dimana Letak Korupsinya?
BACA JUGA:Pemkot Apresiasi 10 OPD yang Terapkan Aplikasi Sistem SRIKANDI