MK Putuskan Pemilu Serentak 5 Kotak Dihapus Mulai 2029

MK Putuskan Penyelenggaraan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah, Pilkada Paling Cepat 2 Tahun Usai Presiden Dilantik-Disway-Anisha Aprilia ---

Amar putusan MK menyatakan bahwa sejumlah pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat apabila ke depan tidak dimaknai sebagai pemilu yang diselenggarakan dua tahap: nasional dan lokal, dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua setengah tahun.

Dengan demikian, Pemilu 5 kotak akan menjadi sejarah. Ke depan, rakyat Indonesia akan menikmati proses demokrasi yang lebih sederhana, terfokus, dan berkualitas.

Putusan ini disambut beragam oleh pengamat, politisi, dan masyarakat sipil. Sebagian besar menyambut baik sebagai bentuk penyempurnaan sistem demokrasi, meski tantangan teknis pada masa transisi akan menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah dan parlemen.

"Putusan MK ini adalah fondasi penting menuju demokrasi yang lebih sehat dan partisipatif," pungkas Saldi Isra.

Selain itu, pemilu yang terlalu padat dalam waktu singkat juga menyulitkan pemilih untuk mengenal dan mengevaluasi para kandidat. Akibatnya, proses pemilu menjadi dangkal, cepat, dan cenderung transaksional.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menambahkan bahwa jadwal Pemilu yang berimpitan menyebabkan beban kerja luar biasa bagi penyelenggara seperti KPU dan Bawaslu. Hal ini terbukti pada Pemilu 2019 dan 2024, di mana sejumlah petugas pemilu mengalami kelelahan berat bahkan meninggal dunia akibat beban yang tak tertanggulangi.

BACA JUGA:Kabar Baik, Seluma Bakal Miliki Rumah Sakit Kejaksaan

"Penyelenggaraan pemilu hanya menjadi fokus selama dua tahun dari masa jabatan lima tahun, selebihnya waktu mereka menjadi tidak efektif. Ini jelas tidak efisien," ujar Arief.

Dari sisi partai politik, pemilu serentak lima kotak juga memperlemah proses kaderisasi. Partai seringkali lebih memilih figur yang populer dan memiliki modal besar ketimbang kader yang memiliki kualitas dan ideologi partai.

"Pragmatisme menggantikan idealisme. Proses rekrutmen menjadi transaksional, bukan berdasarkan kapabilitas dan integritas," tegas Arief.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan