Riko menjelaskan bahwa ia hanya bertugas menjual dan bisnisnya dimiliki oleh orang lain. “Ini bukan bisnis saya.
Omset harian mencapai Rp 450.000. Usaha ini buka dari pagi sampai jam 1 siang. Sore hari saya nongkrong di sini”, jelasnya.
Menurut riko, berjualan es dawet memiliki kesulitannya sendiri. “Kalau cuaca hujan, otomatis tidak berjualan.
Tapi kalau bulan Ramadan ini cepat habis, jadi lebih banyak dibanding hari biasa. Enaknya sih cepat habis, jadi bisa langsung pulang”.
Riko berharap suatu hari nanti bisa membuka usaha aisdawet sendiri.
“Saya ingin membuka usaha di Batam karena pulau ini sudah sangat berkembang. Saya bisa membeli sepeda motor, handphone dan kebutuhan lainnya dari bisnis ini.
Es dawet bukan hanya minuman yang lezat, tapi juga merupakan bagian dari warisan budaya Jawa yang harus dilestarikan.
Riko dan banyak penjual es dawet lainnya memainkan peran penting dalam menjaga tradisi ini tetap hidup di masyarakat, termasuk di Batam.