Penyebab Banjir Bandang di Sumatera, Pakar ITB Bilang Begini...
Penampakan Dampak Banjir Bandang di Salareh Aia Kabupaten Agam Sumatra barat -Uni Intan-Facebook--
RADAR BENGKULU, JAKARTA - Pulau Sumatera saat ini sedang diselimuti duka. Tanah longsor dan banjir hebat melanda berbagai daerah di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh, dan beberapa lokasi lainnya. Bahkan, menyebabkan sejumlah orang hilang dan ratusan yang meninggal dunia.
Seperti dikutip dari laman harian disway.id, berdasarkan informasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 28 November 2025, sekitar 300 jiwa telah meninggal di daerah-daerah tersebut.
Sumatera Hadapi Puncak Musim Hujan
Ahli meteorologi sekaligus dosen pada Kelompok Keahlian Sains Atmosfer Institut Teknologi Bandung (ITB), Muhammad Rais Abdillah menjelaskan, penyebab utama bencana besar di Sumatera kali ini adalah curah hujan yang sangat tinggi.
“Memang wilayah Tapanuli sedang berada pada musim hujan, karena Sumatera bagian utara memiliki pola hujan sepanjang tahun atau dua puncak hujan dalam satu tahun, dan saat ini berada pada puncaknya,” katanya dalam pernyataan yang diambil dari situs resmi ITB.
Menurut catatan BMKG, curah hujan di pulau tersebut mencapai 150–300 milimeter.
BACA JUGA:400 Pejabat Struktural Kemenhaj dan Umrah RI Dilantik
BACA JUGA:Kolaborasi, 3 Kapal Perang Dikerahkan Angkut Bantuan Kemanusiaan Bencana Banjir Sumatera
Berdasarkan data itu, dengan demikian, hujan di Sumatera dalam beberapa waktu terakhir termasuk dalam kategori sangat ekstrem.
Terdapat Sirkulasi Siklonik di Sekitar Sumatera
Menurut pengamatan Rais, kehadiran pusaran atau sirkulasi siklonik di bagian utara Sumatera memperparah intensitas curah hujan.
Fenomena itu kemudian menjadi Sistem Siklon Tropis Senyar, yang terbentuk di sekitar Selat Malaka dan bergerak ke arah barat.
“Pada tanggal 24 November sudah mulai terlihat adanya sistem yang berputar dari Semenanjung Malaysia. Dalam meteorologi, kami menyebutnya sebagai vortex, meskipun saat itu masih berupa bibit dan matanya belum terlihat jelas,” ujarnya.
Siklon tersebut, lanjut Rais, sebenarnya tidak sekuat yang biasanya terjadi di Samudra Pasifik atau Samudra Hindia. Namun, tetap dapat mendorong pembentukan awan hujan. Fenomena atmosfer berskala meso dan sinoptik juga berperan. Contohnya adalah vortex, yaitu hembusan angin kuat dari utara yang membawa massa udara lembab dan memperkuat terbentuknya awan hujan.