Tidak akan Mundur, Gus Yahya Kumpulkan Ulama Tanpa Rais Aam PBNU
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf-IFHI---
RADAR BENGKULU, JAKARTA — Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menegaskan tidak akan mengundurkan diri dari jabatannya, meski Risalah Rapat Harian Syuriah PBNU menuntut dirinya mundur dalam waktu tiga hari.
"Saya sama sekali tidak terbesit pikiran untuk mundur (dari Ketum PBNU). Karena saya mendapatkan amanah dari muktamar untuk lima tahun, pada muktamar ke-34 lalu," kata Yahya kepada awak media di Surabaya, dikutip Minggu, 23 November 2025.
Seperti dikutip dari laman harian disway, ia pun memastikan akan menyelesaikan masa jabatannya sesuai mandat muktamar.
"Saya mendapatkan mandat lima tahun dan akan saya jalani lima tahun. In shaa Allah saya sanggup. Maka saya sama sekali tidak terbesit pikiran untuk mundur," tegas lelaki yang karib disapa Gus Yahya itu.
BACA JUGA:Kemenkes: Tarif Layanan BPJS Kesehatan ke Fasilitas RS Bakal Naik 1,69 Persen
BACA JUGA:Menag Dorong Pendekatan Tafsir Induktif dan Berwawasan Keindonesiaan
Sedangkan sikap Yahya tersebut sebagai respons atas beredarnya Risalah Rapat Harian Syuriah PBNU yang memutuskan dirinya harus mundur dalam waktu tiga hari sejak menerima risalah tersebut. Jika tidak, Syuriah akan memberhentikannya.
Risalah tersebut ditandatangani Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dan diputuskan dalam rapat yang dihadiri 37 Pengurus Harian Syuriah PBNU, di Hotel Aston City Jakarta, 20 November 2025.
"Musyawarah antara Rais Aam dan dua Wakil Rais Aam memutuskan: KH Yahya Cholil Staquf harus mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya keputusan Rapat Harian Syuriyah PBNU," demikian poin keputusan dalam risalah tersebut.
"Jika dalam waktu 3 (tiga) hari tidak mengundurkan diri, Rapat Harian Syuriyah PBNU memutuskan memberhentikan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama," lanjutnya.
Dalam risalah itu, desakan pengunduran diri dikaitkan dengan dua isu utama. Pertama, undangan narasumber yang dikaitkan dengan jaringan zionisme internasional dalam Akademi Kepemimpinan Nasional NU (AKN NU).
Hal tersebut dinilai melanggar nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah serta bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi NU.
Kedua, adanya indikasi pelanggaran tata kelola keuangan di lingkungan PBNU. Kedua isu ini memperuncing ketegangan antara jajaran Syuriah dan Tanfidziyah PBNU.
Merespons beredarnya risalah tersebut, PBNU menggelar rapat penting yang menghadirkan seluruh Pengurus Wilayah NU (PWNU) se-Indonesia.