Alur Belum Terbuka, KMP Pulo Tello Masih “Melansir” Penumpang

Alur Belum Terbuka, KMP Pulo Tello Masih “Melansir” Penumpang--
Warga Enggano Terjebak Ketidakpastian
RADAR BENGKULU – Harapan masyarakat Pulau Enggano untuk kembali menikmati akses transportasi laut yang lancar masih harus ditahan. Hingga Selasa (1/7/2025), sedimentasi atau pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai belum juga terselesaikan. Akibatnya, Kapal Motor Penumpang (KMP) Pulo Tello masih harus menerapkan sistem pelansiran—yakni menurunkan penumpang di tengah laut, lalu mengangkut mereka ke dermaga menggunakan kapal-kapal kecil milik instansi dan nelayan.
Kondisi ini tak hanya merepotkan secara teknis, tetapi juga mulai menimbulkan keresahan mendalam di kalangan warga, khususnya masyarakat Enggano yang selama ini menggantungkan hidup pada transportasi laut.
Dalam pelayaran dari Pulau Enggano ke Kota Bengkulu kemarin, KMP Pulo Tello tetap beroperasi meski kondisi alur belum memungkinkan untuk dilewati langsung. Kepala Supervisi ASDP KMP Pulo Tello, Radmiadi, mengatakan, pihaknya tetap melakukan penyeberangan seminggu sekali.
BACA JUGA:Hari Bhayangkara ke-79 di Bengkulu: Polri Turun ke Rakyat, Tak Cukup Hanya Jadi Penegak Hukum
BACA JUGA:Pemkot Harus Memperbanyak Even Skala Nasional, Momen HUT Bhayangkari Menjadi Langkah Awal
“Target sebelumnya, akhir Juni alur sudah terbuka. Tapi sampai sekarang masih proses pengerukan. Kita masih menunggu,” kata Radmiadi kepada wartawan.
Dalam penyeberangan terakhir ini, KMP Pulo Tello mengangkut 193 penumpang. Namun, mereka tidak bisa langsung bersandar di dermaga utama Pelabuhan Pulau Baai. Para penumpang terpaksa “dilansir” dengan empat kapal dari instansi berbeda. Seperti milik TNI AL, KPLP, dan PT Pelindo. Sementara barang-barang bawaan harus diangkut secara terpisah menggunakan kapal kecil milik nelayan.
“Memang tidak ideal, tapi masyarakat tidak perlu panik. Penyeberangan tetap jalan, hanya sistemnya berubah,” ujar Radmiadi.BACA JUGA:Putusan MK Soal Pemilu Nasional dan Lokal akan Dikaji DPR RI
BACA JUGA:Inpres Enggano Disorot, Jangan Jadi Dokumen Mati
Sementara itu, di sisi lain, penumpang mulai menunjukkan kelelahan. Nurjanah, warga Pulau Enggano, mengaku kondisi ini jauh dari kata wajar. Dalam dua dekade hidup di pulau itu, baru kali ini ia merasa benar-benar “terisolasi”.
“Ini bukan cuma soal sulit. Kami kadang bisa terjebak berhari-hari karena kapal tak bisa bersandar. Barang sulit masuk, hasil panen tidak bisa keluar. Ekonomi kami lumpuh,” keluh Nurjanah.
Ia menambahkan, harga-harga kebutuhan pokok naik tak terkendali. Pisang—komoditas andalan warga—tak laku karena tak bisa dibawa ke kota. “Kami hanya bisa berharap pengerukan ini cepat selesai. Jangan sampai berbulan-bulan begini terus,” ujarnya getir.
Sorotan terhadap lambatnya pengerjaan pengerukan juga datang dari Pemerintah Provinsi Bengkulu. Gubernur H. Helmi Hasan, yang sebelumnya melakukan inspeksi mendadak ke lokasi, mendorong PT Pelindo sebagai pengelola pelabuhan agar segera menuntaskan pengerjaan. Ia bahkan menegaskan tenggat waktu.