Gaza Rock
Dahlan Iskan--
Waktu dokter Ben khotbah di Plaza Indonesia itu, rupanya ada orang penting yang juga lagi salat Jumat di situ. Si penting mendengarkan khotbah dokter Ben. Usai salat Jumat si penting menunggu dokter Ben. Memperkenalkan diri. Lalu mengajak dokter Ben naik ke gedung tinggi di situ. Ke kantornya.
"Kalau caranya begini, tidak akan bisa dapat uang banyak," ujar si penting.
Ternyata si penting adalah eksekutif puncak Plaza Indonesia saat itu.
Si penting pun lantas menelepon seseorang. Temannya. Bos di Metro TV.
"Orang ini harus kamu bantu," ujar si penting di teleponnya.
Keesokan harinya dokter Ben diminta ke Metro TV. Rundingan. MER-C pun mendapat bantuan iklan yang gencar. Juga bantuan pembukaan nomor rekening sumbangan.
Beriringan dengan itu Israel melakukan gempuran ke Palestina. "Sumbangan mengalir seperti bah," ujar dokter Ben mengenang.
Saya sendiri lupa apakah waktu itu ikut menyumbang. Tapi rasanya banyak di antara Anda yang mengirim uang ke rekening MER-C saat itu.
"MER-C itu sangat amanah," ujar Mohamad Ba'agil, seorang insinyur teknik sipil yang saya temui kapan itu. Ia lulusan Sekolah Tinggi Teknik di Jakarta. Lalu ambil S-2 teknik sipil di Jerman. Ia sering ke Gaza. Ke Syria. Ke Lebanon. ke Iran.
Mohamad orang yang ikut me-review desain rumah sakit MER-C di Gaza.
"MER-C sangat hemat dalam menggunakan uang donasi," kata Mohamad yang ketika lahir diberi nama Khomeini.
"Saya lihat tidak ada petugas MER-C yang tinggal di hotel berbintang. Uang saku mereka juga sangat minim. Jauh dengan lembaga serupa yang lain yang saya tahu," kata Mohamad.
Kepercayaan tersebut membuahkan hasil. Sumbangan terus mengalir. Kontraktor berhasil dibayar. Bahkan juga untuk pekerjaan berikutnya: M&E, finishing, dan peralatan medis.
"Akhirnya pinjaman ke konglomerat itu tidak jadi kami lanjutkan," ujar dokter Ben.
"Apakah ada satu pihak atau satu orang yang menyumbang di atas Rp 1 miliar?"