Gaza Rock

Dahlan Iskan--

Kali ini mereka berhasil bertemu menkes Palestina di Gaza. Bahkan didapat isyarat baik. Maka buru-buru diketiklah naskah MoU. Mumpung beliau mau. Menkes Palestina pun tanda tangan. Toh Anda tahu MoU tidak punya dampak hukum apa-apa.

Tapi dengan MoU itu MER-C punya senjata untuk pengumpulan dana. Kalau ditanya seberapa serius rencana itu, bisa dijawab: sudah ada MoU dengan pemerintah Palestina.

Tonggak penting berikutnya adalah –tetap– Siti Fadillah. Dalam pertemuan menteri kesehatan negara-negara Islam, Siti Fadillah memasukkan program MER-C itu dalam agenda. Siti Fadillah juga menemui menkes Palestina. Jadilah rencana itu serius. Pemerintah Palestina menjanjikan bersedia menyediakan tanahnya.

Ketika delegasi MER-C datang lagi, untuk bertemu Menkes Palestina di Gaza, sang menteri berkomentar: "ternyata kalian ini serius ya?" Itu ditirukan oleh dokter Ben kepada saya Sabtu lalu.

Begitulah. Tanah disediakan di Gaza utara. Sekitar 3 km dari perbatasan utara dengan Israel. Luasnya 1,6 hektare. Sangat besar. Maka MER-C pun harus membangun RS dengan ukuran besar pula: bangunannya 9.000 m2.

Mulailah dibuatkan desain. Ada alumni arsitektur ITS Surabaya yang jadi relawan. Ir Rizal Syarifuddin.

Ide Rizal bagus sekali. Rumah sakit itu ia bentuk segi enam. Seperti bangunan Dome of Rock di kompleks Masjid Al Aqsha. Sekilas juga tampak seperti bangunan kementerian pertahanan Amerika Serikat, Pentagon. Bedanya, Anda sudah tahu, Pentagon bersegi delapan.

Sampai tahap ini MER-C belum punya uang. Maka pengurus melakukan road show ke media-media di Jakarta: Republika, Rakyat Merdeka, dan stasiun televisi.

Sambutan dari media: dingin. Tidak jadi berita keesokan harinya.

Cara lain pun mulai dijajaki: lewat masjid-masjid. "Saya sendiri sampai minta untuk bisa khotbah salat Jumat di Plaza Indonesia," ujar dokter Ben. "Padahal saya jarang sekali khotbah" tambahnya. "Mungkin itu khotbah ketiga saya," katanya.

Mulailah dapat uang sedikit-sedikit. Lalu MER-C berani mengadakan tender konstruksi. Baru kerangkanya saja. Untuk M&E, finishing, dan peralatannya belum dipikirkan.

Sistem pengerjaannya: kontraktor membangun kerangka dulu. Kalau sudah mencapai sekian persen baru dilakukan pembayaran. Kontraktor pun ditunjuk. Orang Gaza. Belum ada uang.

Di mana ada kemauan di situ ada jalan. Kontraktor mengerjakan proyek, MER-C mencari uang. Tidak mudah. Apalagi MER-C tidak mau mendapatkan dana dari pihak yang simpati kepada Israel. Dokter Ben menyebutkan beberapa perusahaan asing. Mereka ingin ikut menyumbang. Ditolak.

Tibalah saatnya kontraktor dari Gaza menagih pembayaran. Pekerjaan konstruksi sudah mencapai tahap yang harus dibayar. MER-C belum punya uang sebanyak tagihan. Kontraktor tidak mau tahu.

Pengurus MER-C pun panik. Dokter Ben sampai menghubungi seorang tokoh pengusaha nasional. Tokoh besar. Uangnya banyak. Dokter Ben sampaikan padanya ingin pinjam uang Rp 15 miliar. Akan dibayar kembali secara bertahap sesuai dengan sumbangan yang masuk. Jaminannya: rumah pribadi dan harta lainnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan