RADAR BENGKULU – Isu keterlibatan mahasiswa penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) dalam mendukung salah satu calon kepala daerah (Cakada) di Pilgub Bengkulu yang beredar di media sosial mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan. Termasuk pemerhati pendidikan di Provinsi Bengkulu.
Dr. (C) Elfahmi Lubis, M.Pd, salah seorang pemerhati pendidikan di Bengkulu, angkat bicara terkait permasalahan ini.
Menurutnya, apabila benar ada penerima KIP-K yang dimanfaatkan untuk kepentingan politik, hal tersebut bisa dilaporkan. Karena, itu mengandung unsur pidana.
"Jika terbukti ada di masyarakat penerima KIP dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu, silakan dilaporkan. Itu adalah anggaran negara untuk program beasiswa, bukan untuk kerja-kerja politik," tegas Elfahmi Lubis.
Elfahmi menyesalkan adanya dugaan keterlibatan mahasiswa penerima KIP-K dalam mendukung salah satu calon di Pilgub.
Ia menilai hal ini sangat tidak etis dan tidak sesuai dengan tujuan program beasiswa KIP-K, yang seharusnya digunakan untuk membantu mahasiswa dari keluarga kurang mampu agar bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
BACA JUGA:Serahkan Alat Pertanian, Gubernur Rohidin Komitmen untuk Kemajuan Petani Bengkulu
BACA JUGA:DPRD Provinsi Bengkulu Segera Bentuk Fraksi dan Panitia Kerja
Dalam penjelasannya, Elfahmi Lubis menyebutkan bahwa program KIP-K ini terbagi menjadi dua jenis. Yaitu, KIP UKT LLDikti dan KIP aspirasi yang diberikan oleh anggota legislatif.
Namun, ia mengungkapkan bahwa KIP aspirasi sering kali digunakan untuk kepentingan politik tertentu. Khususnya dalam masa-masa pemilihan.
“KIP aspirasi inilah yang sering kali dimanfaatkan untuk kerja-kerja politik. Baik untuk pemenangan di daerah pemilihan (dapil), kepentingan keluarga yang ikut kontestasi, atau kelompok tertentu. Termasuk dalam Pilkada,” tambah Elfahmi.
Ia menekankan bahwa KIP-K merupakan program pemerintah pusat yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena itu, penyalahgunaan beasiswa ini untuk kepentingan politik praktis sangat tidak dibenarkan dan melanggar hukum.
“Ini adalah anggaran negara. Jadi, harus digunakan sesuai dengan peruntukannya. Yakni, membantu pendidikan mahasiswa. Bukan untuk tujuan politik.”
Selain aspek hukum, Elfahmi juga menyoroti dampak negatif dari keterlibatan mahasiswa penerima KIP-K dalam kerja-kerja politik terhadap prestasi akademik mereka.
Ia menegaskan bahwa keterlibatan dalam kegiatan politik dapat mengganggu fokus dan konsentrasi mahasiswa dalam menjalani proses belajar.