Mahasiswa Tuntut Gubernur agar Tolak Izin PPKH Tambang Emas di Kabupaten Seluma

Mahasiswa Tuntut Gubernur agar Tolak Izin PPKH Tambang Emas di Kabupaten Seluma--
RADAR BENGKULU – Polemik rencana eksplorasi kawasan hutan Bukit Sanggul oleh PT Energi Sumber Daya Mineral Utama (ESDMU) kian menghangat. Meski perusahaan tersebut telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), langkah eksekusi di lapangan masih tertahan.
Sebab, satu syarat penting belum dikantongi: Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan (PPKH) dari Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan.
Tak ayal, publik kini menyoroti bagaimana sikap Pemerintah Provinsi Bengkulu dalam menanggapi isu ini.
Di tengah hiruk-pikuk kepentingan investasi dan kekhawatiran dampak lingkungan, suara kritis dari mahasiswa turut mengisi ruang publik.
Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bengkulu, Anjar Wahyu Wijaya, dengan tegas mengingatkan Gubernur agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan terkait pelepasan kawasan hutan.
BACA JUGA:Ditangan Helmi-Mian APBD Bengkulu
BACA JUGA:5 Juta Umat Siap Padati Tablig Akbar Indonesia Berdoa
“Kebijakan ini akan berdampak jangka panjang. Bisa 30 tahun ke depan. Jangan sampai kepentingan jangka pendek mengorbankan masa depan masyarakat banyak,” tegas Anjar.
Anjar menyoroti bahwa investasi tambang memang kerap menjanjikan angka saham dan penerimaan daerah yang besar. Namun, menurutnya, hitungan ekonomi tak bisa berdiri sendiri tanpa memperhitungkan dampak ekologis dan sosial yang ditinggalkan.
“Saham besar belum tentu sebanding dengan kerusakan lingkungan dan penderitaan warga sekitar. Kita butuh hitung-hitungan yang adil, bukan sekadar angka di atas kertas,” tegasnya.
Nada serupa juga disampaikan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Bengkulu, Teo Ramadhan Z. Menurutnya, isu tambang Bukit Sanggul bukan hanya soal saham dan pemasukan daerah. Lebih dari itu, ini menyangkut nasib warga yang tinggal di sekitar kawasan dan kelestarian lingkungan jangka panjang.
“Jangan sempitkan isu ini hanya pada nilai investasi. Kita harus berpikir: bagaimana kehidupan masyarakat setelah tambang itu berjalan? Apakah mereka benar-benar diuntungkan, atau justru jadi korban kerusakan lingkungan?” ungkap Teo.