RADAR BENGKULU, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar Pasal 103 ayat (4) huruf e pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dihapus.
Seperti dikutip dari laman DISWAY.ID, beleid ini terkait dengan penyediaan alat kontrasepsi untuk anak usia sekolah dan remaja yang menjadi kontroversi di masyarakat.
"Pertama, kita mengusulkan kepada pemerintah untuk mencabut Pasal 103 ayat (4) huruf e tentang penyediaan alat kontrasepsi," ujar Wakil Ketua KPAI Jasra Putra di Kantor KPAI, Jakarta, 19 Agustus 2024.
Ini disampaikannya setelah pihaknya melakukan kajian dan diskusi bersama dengan para pemangku kepentingan. Seperti Kemenkes, BKKBN, Kemenag, Kemendikbud, IDI, MUI, dan masih banyak lagi.
Karena itu, pihaknya meminta agar pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) mencabut huruf e dan memindahkannya ke bagian pasangan usia subur. "Artinya kalau itu ditaruh disana maka sudah selesai, tidak ada perdebatan," tambahnya.
BACA JUGA:Penjelasan Lengkap Tentang Terong, Manfaat dan Dampak Buruknya
BACA JUGA:Kematian Ibu Pasca Persalinan Masih Tinggi di Indonesia
Untuk rekomendasi KPAI berikutnya, "Kita dorong melakukan kajian terkait penggunaan alat kontrasepsi untuk usia sekolah dan remaja. Mungkin BKKBN sudah ada kajiannya juga dan ada praktik-praktik baik."
Hal ini berkaitan dengan langkah Kemenkes yang tengah menyusun Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang menjelaskan lebih rinci terkait dengan PP tersebut.
Dalam hal ini, ia menekankan pentingnya pemberian alat kontrasepsi dilakukan secara selektif, baik pada administratif maupun pelayanannya.
Ia juga meminta agar lembaga perlindungan anak atau masyarakat melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal yang kontroversi ini.
Menurutnya, penyediaan alat kontrasepsi untuk anak usia sekolah dan remaja ini tidak sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar peraturannya.
"Dalam kajian kita, tidak ada satu pun mandat di Undang-Undang Kesehatan terkait alat kontrasepsi untuk anak usia sekolah dan remaja. Kenapa muncul alat kontrasepsi? Jadi ada ketidakkonsistenan antara undang-undang di atasnya dengan PP ini. Kita menyebutnya melebihi mandat undang-undang," paparnya.
BACA JUGA:Bengkulu Belum Provila, Sefty Yuslinah Minta Sekolah Ramah Anak & KLA Ditingkatkan
BACA JUGA:Kantongi Dukungan 11 Kursi, Dedy Black dan Agi Mendaftar di KPU Kota 28 Agustus