RADAR BENGKULU - Pemberhentian dr. Anjari Wahyu Wardhani dari jabatan sebagai direktur RSUD M Yunus berpotensi memicu kontroversi yang panjang.
Hal ini karena dr. Anjari, melalui kuasa hukumnya telah mengajukan gugatan kepada Gubernur Bengkulu atas pemberhentian yang dianggapnya sepihak.
Penasehat Hukum dr. Anjari, yakni Sustimawati, SH, MH, menyoroti bahwa klien mereka bekerja sebagai direktur RSUD M Yunus berdasarkan kontrak selama 5 tahun karena bukan merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, dalam masa kerja tersebut, dr. Anjari dipecat tanpa melalui proses surat peringatan yang seharusnya.
"Seharusnya ada mekanisme melalui surat peringatan terlebih dahulu. Tetapi ini langsung memberikan surat pemberhentian sepihak," ungkap Sustimawati pada Jumat, 15 Maret 2024.
Sustimawati menekankan bahwa dalam proses pemberhentian seharusnya mengacu pada poin-poin yang tercantum dalam kontrak, yang menetapkan ganti rugi jika salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum waktu yang ditetapkan.
Pihak kuasa hukum dr. Anjari telah mengirimkan surat Bipartit kepada Gubernur Bengkulu pada tanggal 6 dan 14 Maret sebagai upaya mediasi. Namun, hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Provinsi Bengkulu terkait surat tersebut.
"Jika dalam batas waktu yang telah ditentukan tidak ada jawaban dari pihak Pemprov, maka kami akan melakukan Tripartit," tegasnya.
Ditambahkan oleh Sustimawati, tim kuasa hukum telah menghitung kerugian yang dialami oleh klien mereka, yang mencapai lebih dari Rp 1 miliar, dengan memperhitungkan gaji hingga masa jabatan 5 tahun berakhir. Gaji seorang direktur RSUD M Yunus sekitar Rp 30 juta per bulan.
Pihak kuasa hukum dari dr. Anjari menegaskan bahwa pemberhentian yang dilakukan tidak mengikuti mekanisme yang seharusnya. Mereka menekankan bahwa dr. Anjari bekerja berdasarkan kontrak yang mengacu pada UU Cipta Kerja, dan sebagai Non ASN.