Setelah selesai mandi, Sang Piatu melanjutkan perjalanannya. Saat sampai ternyata Burung Putih sudah menunggu kedatangannya di depan pintu rumah besar itu.
“Naiklah ding.”
Sang Piatu pun masuk kerumah itu mengikuti Burung Putih.
“Makanlah kudai. Keruan dengan aku kaba tu lah aus lah lapagh,” tawar Burung Putih kepada Sang Piatu.
Setelah Sang Piatu selesai makan, Burung Putih membawa seekor anak anjing berwarna
putih.
“Nah, ini adau anjing sikuk. Anjing ini mesingkah tanci ngan mas. Jadi, amau kaba dang ndak tanci, kicikkah ajau ngan diau,” ujar Burung Putih sambil memberikan anjing lucu itu kepada Sang Piatu.
Tak lama kemudian Sang Piatu akhirnya beranjak pulang.
“Yak, tapau kaba pitung tu?” tanya Nenek saat Sang piatu sudah sampai di gubuk mereka.
“Inilah anjing kecik nik. Pengenjuk Burung Putihlah tini,” ujar Sang Piatu penuh senyuman.
“Yak, tapau gati au titu cung. Ndak di njuki makan mangku anjing itu, makan kitau ajau untung adau becincin giadak agi tini,” ujar sang Nenek lesu.
“Kuday nik, amau dighi ndak nginak au, mintak kuday tukup kendang dighi tu,” pinta Sang Piatu.
“Atan tapau cung?” tanya Nenek penasaran.
“Atan badah au mising nik,” jawab Sang Piatu polos.
“Yak, jangan cung busuk amau di ajung diau mising di sini,” larang Nenek.
“Uy, nidau nik. Kinaklah kelau tapau dimisingkahnyau.”