Sang Piatu pun berangkat ke istana. Ia berjalan dengan lesu. Karena tubuhnya sudah tidak memiliki tenaga.
“Rajau lah duau aghi cincin ngan anjing di pinjam ni. Balik kah kudai. Aku ngan ninik ni lah pisak mikirkah makan ni,” ujar Sang Piatu pada raja saat sudah sampai dihadapannya.
“Yak, bekelau pulau Sang Piatu. Lusau-lusau aku balikkah,” Raja menolak mengembalikan cincin dan anjing. Berkali -kali Sang Piatu meminta cincinnya, namun Raja terus bersikeras tidak ingin mengembalikannya. Akhirnya Sang Piatu beranjak pulang dari istana dengan tangan kosong.
“luk apau cung, di balikkahnyau dengan Rajau?” tanya Nenek saat Sang Piatu masih cukup jauh darinya.
“Ay nidau nik. Lah payah aku ngicikkhnyau, tapi tapau amau jemau buntu nidau kedidenghgi,” jawab Sang Piatu lesu.
“Apau luk apau titu cung?” tanya nenek khawatir.
“Tunggu nik, aku keberayak sekali agi dengan Burung Putih nik,” ujar Sang Piatu.
Esok harinya setelah sampai di rumah Burung Putih, seperti biasanya Sang Piatu disuguhi banyak makanan oleh Burung Putih. Setelah makan, Burung Putih membawa sebuah kelintang.
“Nah, ini gung udim ini kaba jangan berayak agi ngan aku. Tabuhlah dengan kaba kelau. Kekeramatannyau ni, sapau yang nenghi tini nari amau kaba ndik berenti nabuh tini, ndik keberenti nari jemau yang ndeghg au ni,” jelas Burung Putih.
“Kaba pegilah keghuma Rajau, dapat galau kekendaan kaba kelau. Keruan dengan aku kaba tu dang tekedan,” lanjut Burung Putih.
Dalam perjalanan pulang, Sang Piatu memukul kelintang yang diberikan Burung Putih kepadaanya. Dilihatnya dari kejauhan Nenek menari -nari di depan gubuk mereka.
“Uy nik, alang keriang dighi ni,” ujar Sang Piatu saat sudah sampai di depan gubuk sambil terus membunyikan kelintang.
“Uy cung, gheghadulah kaba nabuh titu. Aku ni ndik tau gheghadu,” teriak Nenek sambil terus menari tarian andun mengikuti irama ketukan kelintang Sang Piatu.
“Yak, gheghadu nik amau ndak gheghadu,” ujar Sang Piatu sambil tertawa.
“Uy, nidau pacak gheghadu tini. Aku ni lah tekemih- kemih,” ujar sang Nenek frustasi sampai tubuhnya tak mampu lagi menari dan terduduk, namun tangannya terus melenggang dengan ayu.
Akhirnya Sang Piatu berhenti memukul kelintang itu.