“Nah cincin, Rajau ni ndak njamu kecik. Ndak nasi gulai, ndak ulam ndak lukak. Pukuk au penuhi luan Rajau ni,” ujar Sang Piatu. Lalu, melempar cincin secintau adau miliknya.
Tak berselang lama, makanan lezat dengan berbagai menupun memenuhi tikar yang sudah digelar. Raja membuka mulutnya berdecak kagum.
“Bagaimana makanan sebanyak ini muncul dalam 1 detik,” mungkin itu yang ada salam pikiran Raja saat itu.
“Yak yak kaba ni adau cincin secintau adau amau luk ini,” tebak Raja.
“Nidau pukuk au, ini ni pengenjuk yang maha kuasau,” elak Sang Piatu.
Karena makanan yang ada sangat banyak, akhirnya Raja memanggil semua pelayan untuk makan bersama mereka.
Karena sangat kagum dengan cincin yang dimiliki Sang Piatu, Rajapun menginginkan cincin ajab itu. Raja sudah berulang kali merayu Sang piatu agar mau memberikan cincin itu kepadanya, namun, Sang piatu selalu menolak.
Akhirnya ia menyuruh Putri Bungsu untuk menjenguk Sang Piatu dan merayunya agar ia mau memberikan cincin ajaib itu kepada Raja.
“Sang Piatu minjam aku ndak semalam cincin kaba tu,” ujar Putri Bungsu dengan sedikit malu- malu.
“Yak jangan. Inilah permakan kami dengan ninik,” tolak Sang Piatu.
“Uy semalam ajau,” Putri Bungsu terus bersikeras.
Sang Piatu pun merasa tidak enak dengan Putri Bungsu dan akhirnya memberikan cincin miliknya kepada Putri Bungsu.
“Nah pinjamlah, tapi jangan lamau. Amaulah duau malam ndak kulanjui tini,” ujar Sang Piatu sambil memberikan cincin secintau adau dengan berat hati.
“Yak gilah. Lanjui ajau amaulah duau malam kelau,” Putri Bungsu langsung memakai cincin itu di jari manisnya kegirangan.
Akhirnya Sang Piatu pun pulang dengan perasaan gelisah. Ia takut Nenek akan marah jika tau cincin itu sudah tidak ada di tangannya lagi.