Cerpen: Sang Piatu

Minggu 31 Dec 2023 - 07:30 WIB
Reporter : Lathifa
Editor : Azmaliar Zaros

“Yak, ngapau cung kaba luputkan. Cak nidau begulai kitau makan saghini?” ujar Nenek heran.

“Katau diau tadi, diau ndak mbalas kasih amau aku luputkah nik.”

Mendengar pengakuan Sang Piatu, Nenek pun tertawa terpingkal-pingkal. Ia terheran-heran dengan jalan pemikiran cucu satu-satunya itu.

“Ay cung, cung ndik kepacak burung tu ndak mbalas kasih luk apau kaba ni,” ujar Nenek heran.

“Pukuk au katau diau tadi diau kembalas kasih nik. Pagi ke ku dalaki. Katau diau tadi temui diau di utan amau dang tekedan. Akap pagi nik bangunkah aku agi akap akap aku kenemui Burung Putih,” ujar Sang Piatu.

Nenek hanya bisa mengiyakan keinginan Sang Piatu. Dia masih tidak mengerti apa yang dikatakan Sang Piatu.

“Apau makan tuapau kitau petang ni cung. Aku lah beaghap kaba ke mbulih petang ni. Nidau aku bedalak taghuk tadi,” raut muka Nenek menjadi lesu.

“Tetaan kelah kuday nik amau saghini. Kitau makan bekayu ghebus kudai nik. Pagi aku kebedalak agi” jawab sang piatu.

Esok harinya Sang Piatu pergi lagi ke hutan. Sang Piatu pergi ketempat ia mememasang jerat. Dia melihat kekanan dan kekiri tidak ada tanda- tanda Burung Putih disana. Sang paitu berkeliling di sekitar sana sampai akhirnya ia menemukan sebuah jalan kecil.

Sang Piatu menyusuri jalan tersebut. Semakin jauh Sang Piatu berjalan, semakin lebar jalan itu. Pohon-pohon semakin sedikit. Semak -semak berukal sudah tidak terlihat. Di sisi kiri kanan jalan tersebut hanya terlihat padang rumput yang sangat luas.

Sang Piatu terus berjalan sampai akhirnya ia menemukan sebuah pemandian. Pemandian itu memiliki air yang sangat jernih dengan sumur yang terbuat dari emas yang berkilau. Sang Piatu terkagum -kagum melihat pemandian yang sangat berkilau itu.

Akhirnya ia memutuskan untuk mandi dan beristirahat sejenak di sana setelah perjalanan yang panjangdan melelahkan.

Setelah selesai mandi, Sang Piatu melanjutkan perjalanannya. Ia berjalan cukup jauh lagi sampai menemukan rumah besar yang terletak di ujung jalan tersebut.

Rumah itu tidak hanya besar, rumah itu juga ternyata terbuat dari emas yang berkilau. Mulai dari dinding, tangga, lantai, pagar semuanya terbuat dari emas yang sangat berkilau. Sang Piatu tak henti hentinya berdecak kagum.

Saat masih sibuk mengagumi rumah megah itu, tiba-tiba ada seorang gadis cantik keluar dari balik pintu. Gadis itu memiliki rambut panjang dan kulit putih bersih. Tidak ada sedikit pun noda di kulitnya. Wajahnya bersinar terang dengan senyum yang sangat indah.

“Uy Sang Piatu lah datang ni. Naiklah ding,” ujar gadis itu mengajak Sang Piatu. Sang Piatu mengikuti gadis itu masuk kerumahnya.

Kategori :

Terkait

Minggu 11 Feb 2024 - 22:42 WIB

Cerpen: Ketika Laut Tertumpah

Minggu 31 Dec 2023 - 07:30 WIB

Cerpen: Sang Piatu