Ada 4 Isu Utama Pendidikan yang Perlu Diatensi Menteri Baru

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim-Instagram---

BACA JUGA:Perum Bulog Bengkulu Tingkatkan Penyaluran Beras SPHP untuk Stabilkan Harga di Pasaran

BACA JUGA:Ini 5 Tips Hadapi UTS Untuk Mahasiswa Baru dari Dosen IPB

"Padahal solusi jangka panjang kekurangan guru di daerah-daerah itu adalah dengan mengangkat menjadi PNS, bukan PPPK karena durasi kontraknya sangat singkat ya maksimal 5 tahun gitu. Nah itu yang menjadi persoalan."

Sedangkan seleksi PPPK juga menyisakan banyak persoalan. "Tahun kemarin itu guru-guru PPPK yang notabene adalah aparatur sipil negara misalnya di Bandar Lampung, kemudian di Kabupaten Serang, Banten dan di Papua tidak digaji. Ada yang 6 bulan bahkan ada yang sampai 9 bulan. Nah ini kan menunjukkan bahwa tata kelola guru ASN kita, khususnya PPPK itu sangat amburadul dan jelas ini kontradiktif dengan amanah undang-undang ASN," tegasnya.

Belum lagi dengan rekrutmen PPPK tahun ini yang eksklusif hanya untuk guru honorer sekolah negeri, sedangkan guru sekolah swasta tidak diperbolehkan ikut.

"Padahal kita tahu guru-guru swasta itu juga adalah warga negara yang mana berhak untuk ikut serta di dalam pemerintahan."

Terlebih, kesejahteraan guru honorer swasta juga tidak lebih baik dari guru honorer negeri sehingga rekrutmen PPPK ini merupakan salah satu cara mengubah nasib dan memperbaiki kesejahteraan hidupnya.

BACA JUGA:UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu Gelar Haflah Khotmil Qur'an Ma'had Al-Jami'ah

"Ke depan kami berharap kepada Pak Menteri Pendidikan yang baru Prof. Adul Mokti ya dan Pak Prabowo untuk kembali membuka seleksi lowongan PNS, tidak hanya PPPK."

Seperti yang diketahui memang aspek kesejahteraan, jaminan karir, hingga jaminan hari tua lebih baik guru PNS ketimbang PPPK.

4. Relevansi

"Isu relevansi ini penting misalnya apakah implementasi Kurikulum Merdeka itu relevan dengan kebutuhan sekarang dan ke depan," cetusnya.

Ia mencontohkan terkait pendidikan vokasi atau sekolah kejuruan yang mengedepankan praktik dibanding teori. Namun, data BPS mencatat bahwa lulusan SMK justru menyumbang pengangguran terbesar di Indonesia.

Hal ini pun menunjukkan bahwa ada tantangan berat terkait kurikulum SMK apakah dapat diterima di dunia usaha. "Kenapa lulusan SMK justru tidak diterima di dunia kerja? Ya ini menunjukkan bahwa kurikulum SMK itu justru tidak merespon perkembangan teknologi, kebutuhan dunia usaha, kebutuhan dunia industri sehingga tidak terbangun yang namanya link and match antara lulusan SMK, kurikulum SMK dengan kebutuhan dunia usaha," pungkasnya.

Oleh karena itu, ia menekankan keempat isu ini sangat penting untuk dibenahi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan