Ombudsman Bengkulu Terima 128 Kasus dengan Potensi Kerugian Rp 411,54 Juta di Semester I 2024
Ombudsman Bengkulu Terima 128 Kasus dengan Potensi Kerugian Rp 411,54 Juta di Semester I 2024-Windi-
RADAR BENGKULU - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Provinsi Bengkulu menerima sebanyak 128 laporan sepanjang semester I tahun 2024. Dari laporan tersebut, tercatat potensi kerugian masyarakat mencapai Rp 411,54 juta.
Hal ini terungkap dalam media briefing pengawasan pelayanan publik di Kantor ORI Perwakilan Provinsi Bengkulu yang dibuka oleh Anggota ORI, Yaka Hendra Fatika secara virtual pada Jumat, 28 Juni 2024.
Pejabat Sementara (Pjs) Kepala ORI Perwakilan Provinsi Bengkulu, Jaka Andhika, menjelaskan bahwa dari Januari hingga Juni 2024, bagian Penerimaan dan Verifikasi Laporan (PVL) telah menerima 128 laporan. Rinciannya, Laporan Masyarakat (LM) sebanyak 101, Konsultasi Non Laporan (KNL) 46, dan tembusan 11.
BACA JUGA:Pesan Gubernur Bengkulu kepada Kader Muda IPNU dan IPPNU di Bengkulu
BACA JUGA:Si Jago Merah Mengamuk, Rumah Warga Air Sebayur Ludes Terbakar
"Dalam penanganan laporan pada semester I tahun ini, sebanyak 70 Laporan Masyarakat telah ditangani, di mana 39 laporan telah selesai dan ditutup, sementara 31 laporan masih dalam proses penanganan," ungkap Jaka.
Substansi dan Dugaan Maladministrasi
Dalam penjelasannya, Jaka menyebutkan bahwa laporan terkait bidang energi dan kelistrikan mendominasi dengan 17 laporan, disusul oleh perbankan dengan 13 laporan. Bidang pendidikan, kepegawaian, dan pajak masing-masing menyumbang 11 laporan.
"Dari sisi dugaan maladministrasi, penyimpangan prosedur menjadi yang terbanyak dengan 12 kasus, penundaan berlarut dengan 8 kasus, tidak memberikan pelayanan 6 kasus, tidak kompeten 3 kasus, dan satu kasus terkait ketidaksesuaian prosedur," jelas Jaka.
Jaka juga mengungkapkan bahwa dari laporan yang masuk, terdapat potensi dan realisasi penyelamatan kerugian masyarakat. Potensi kerugian tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain penundaan pencairan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) oleh bank terkait, dan penundaan pengembalian agunan berupa sertifikat atas pelunasan kredit.