Kisah Teladan Keluarga Nabi Ibrahim AS
Prof. Dr..H. Zubaedi M. AG M. Pd--
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian. Yaitu Allah menguji Iman dan Taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengurbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikurbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan!
Peristiwa itu dinyatakan dalam Al-Qur’an Surah As-Shoffat : 102 yang artinya:
Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, “maka pikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. In shaa Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS As-shaffat: 102).
Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah, Iblis datang menggoda sang ayah, sang ibu dan sang anak silih berganti. Akan tetapi Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah oleh bujuk rayuan iblis yang menggoda agar membatalkan niatnya. Bahkan siti hajarpun mengatakan, : ”jika memang benar perintah Allah, akupun siap untuk disembelih sebagai gantinya Ismail.”
Mereka melempar iblis dengan batu, mengusirnya pergi dan Iblispun lari tunggang langgang. Dan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah; jumrotul ula, wustho, dan aqobah yang dilaksanakan di Mina.
Hadirin Jamaah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Setelah sampai disuatu tempat, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya : ”ayah, ku harap kaki dan tanganku diikat, supaya aku tidak dapat bergerak leluasa, sehingga menyusahkan ayah. Hadapkan mukaku ke tanah, supaya tidak melihatnya. Sebab kalau ayah melihat nanti akan merasa kasihan. Lepaskan bajuku, agar tidak terkena darah yang nantinya menimbulkan kenangan yang menyedihkan. Asahlah tajam-tajam pisau ayah, agar penyembelihan berjalan singkat, sebab sakaratul maut dahsyat sekali. Berikan bajuku kepada ibu untuk kenang-kenangan serta sampaikan salamku kepadanya supaya dia tetap sabar, saya dilindungi Allah SWT, jangan cerita bagaimana ayah mengikat tanganku. Jangan izinkan anak-anak sebayaku datang kerumah, agar kesedihan ibu tidak terulang kembali, dan apabila ayah melihat anak-anak sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk diperhatikan, nanti ayah akan bersedih.”
Nabi Ibrohim menjawab ”baiklah anakku, Allah Swt akan menolongmu”. Setelah Ismail, putra tercinta ditelentangkan diatas sebuah batu, dan pisaupun diletakkan diatas lehernya, Ibrohim pun menyembelih dengan menekan pisau itu kuat-kuat, namun tidak mempan, bahkan tergorespun tidak.
Pada saat itu, Allah Swt membuka dinding yang menghalangi pandangan malaikat di langit dan dibumi, mereka tunduk dan sujud kepada Allah SWT, takjub menyaksikan keduanya. ”Lihatlah hambaku itu, rela dan senang hati menyembelih anaknya sendiri dengan pisau, karena semata-mata untuk memperoleh kerelaanku.
Sementara itu, Ismail pun berkata : ”Ayah.. bukalah ikatan kaki dan tanganku, agar Allah SWT tidak melihatku dalam keadaan terpaksa, dan letakkan pisau itu dileherku, supaya malaikat menyaksikan putra kholilullah Ibrohim taat dan patuh kepada perintah-Nya.”
Ibrohim mengabulkannya. Lantas membuka ikatan dan menekan pisau itu ke lehernya kuat-kuat, namun lehernya tidak apa-apa, bahkan bila ditekan, pisau itu berbalik, yang tajam berada di bagian atas. Ibrohim mencoba memotongkan pisau itu ke sebuah batu, ternyata batu yang keras itu terbelah. ”Hai pisau, engkau sanggup membelah batu, tapi kenapa tidak sanggup memotong leher” kata ibrahim.
Dengan izin Allah SWT, pisau itu menjawab, ”anda katakan potonglah, tapi Allah mengatakan jangan potong, mana mungkin aku memenuhi perintahmu wahai ibrahim, jika akibatnya akan durhaka kepada Allah SWT.”
Dalam pada itu Allah SWT memerintahkan jibril untuk mengambil seekor kibasy dari surga sebagai gantinya. Dan Allah Swt berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya, tidak usah diteruskan pengurbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai kurban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 107-110 yang artinya:
“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian.”