PDI Perjuangan Provinsi Bengkulu Menolak Hasil Pemilu 2024

PDI Perjuangan, bersama dengan tim pemenangan nasional Ganjar Mahfud, menolak hasil pemilihan ini karena dinilai terdapat pelanggaran yang terstruktur dan sistematis, mulai dari tingkat PPS hingga pleno tingkat provinsi-ist-

RADAR BENGKULU - Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Provinsi Bengkulu, Khairul Anwar mengecam keras putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait usia minimal untuk pencalonan presiden.

Menurutnya, putusan tersebut telah melanggar aspek konstitusional. Namun, itu bukan satu-satunya masalah yang dihadapi oleh partainya.

Khairul Anwar juga menyoroti keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menerima pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Gibran, yang masih berdasarkan regulasi lama sebelum keputusan MK. 

Ia menilai hal ini sebagai pelanggaran proses Pemilu, terutama karena penggunaan aparat negara yang terstruktur sistematis dan masif secara tidak adil.

Menurutnya, Presiden menggunakan kekuasaannya untuk mempengaruhi hasil pemilihan dengan memanfaatkan dana negara untuk program-program sosial seperti BLT, yang didistribusikan secara berlebihan menjelang hari pencoblosan.

Tindakan ini dianggap sebagai politisasi bansos yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.

BACA JUGA:DPW PAN Bengkulu Laporkan Bawaslu Provinsi Bengkulu ke DKPP

BACA JUGA:Hadapi Pilwakot Tahun 2024, PAN Bengkulu Buka Diri untuk Partai Berkoalisi

PDI Perjuangan, bersama dengan tim pemenangan nasional Ganjar Mahfud, menolak hasil pemilihan ini karena dinilai terdapat pelanggaran yang terstruktur dan sistematis, mulai dari tingkat PPS hingga pleno tingkat provinsi. Mereka berencana untuk mempertanyakan proses pemilu di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

"Permasalahan yang terjadi dalam pemilu ini menunjukkan indikasi ke arah sana. Sudah banyak masyarakat yang paham akan hal ini. Ini bukan hanya soal hasil pleno tingkat provinsi, tapi proses dari awal harus dipertanyakan," tegas Khairul Anwar.

Ia juga menyoroti penggunaan dana sosial yang didistribusikan di depan Istana, yang dianggapnya sebagai upaya politik yang tidak patut dilakukan. 

"Kita tidak menentang bantuan sosial bagi masyarakat, tapi momennya tidak tepat. Hal ini jelas-jelas memiliki maksud politik yang tidak boleh dilakukan oleh seorang presiden," ungkapnya.

BACA JUGA:Prabowo - Gibran Unggul, Saksi Capres di Provinsi Bengkulu Tolak Proses Pemilu

Keputusan ini mengundang kekhawatiran terkait potensi politisasi pemilu di masa mendatang. Terutama dengan kemungkinan kepala daerah yang masih menjabat melakukan hal yang sama demi kepentingan politik pribadi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan