Ajaran Kausalitas dalam Kericuhan Penertiban PKL Bengkulu: Ketika Pemerintah Salah Memilih Jalan
Ajaran Kausalitas dalam Kericuhan Penertiban PKL Bengkulu: Ketika Pemerintah Salah Memilih Jalan-dok RBO-
Maka menurut saya, dengan melakukan pelaporan pidana terhadap PKL, Pemda telah gagal menjalankan fungsi perlindungan terhadap rakyatnya sendiri. Tindakan ini justru memperuncing konflik antara Wali Kota sebagai pemimpin daerah dengan masyarakat kecil yang seharusnya dibina, diserap aspirasinya, dan diberi solusi yang manusiawi.
Pelaporan pidana kepada PKL menunjukkan bahwa Pemda:
1. Gagal memahami realitas sosial-ekonomi PKL, yang selama ini dibiarkan berjualan dan bahkan dipungut retribusi.
2. Tidak melihat akar masalah pada kebijakan yang tidak konsisten dan tidak tegas.
3. Lebih memilih pendekatan represif daripada pembinaan dan dialog.
4. Memperburuk hubungan antara pemerintah dan rakyat, karena masyarakat merasa diperlakukan sebagai ancaman, bukan sebagai subjek pembangunan.
Semangat KUHP Baru: Pidana Bukan Solusi
Apalagi jika kita melihat semangat KUHP baru, jelas bahwa pidana bukan lagi diposisikan sebagai solusi utama dalam menyelesaikan masalah sosial. KUHP baru mendorong pendekatan yang lebih humanis, restoratif, dan proporsional. Hukum pidana kembali ditegaskan sebagai ultimum remedium jalan terakhir, bukan langkah pertama.
KUHP baru mengedepankan pemulihan, dialog, dan pencegahan. Negara mengakui bahwa tidak semua konflik sosial harus dibawa ke ranah pidana, terutama konflik yang melibatkan masyarakat kecil yang lebih didorong oleh kebutuhan hidup daripada niat jahat.
Karena itu, ketika Pemda justru menggunakan jalur pidana terhadap PKL yang selama ini dibiarkan dan bahkan dipungut retribusinya, langkah tersebut bukan hanya tidak sejalan dengan prinsip pemerintahan yang baik, tetapi juga bertentangan dengan spirit pembaruan hukum nasional.