Dewan Soroti Pemotongan Transfer ke Daerah, Belanja Pegawai Bengkulu Terancam Naik, Bukan Turun
Wakil Ketua I DPRD Provinsi Bengkulu, Teuku Zulkarnain, SE--
RADAR BENGKULU – Kebijakan pemerintah pusat terkait pengalihan dan penyesuaian pendanaan Transfer ke Daerah (TKD) kembali memicu perdebatan di daerah.
Wakil Ketua I DPRD Provinsi Bengkulu, Teuku Zulkarnain, SE, menegaskan bahwa pemotongan TKD bukan hanya berdampak pada program pembangunan, tetapi juga berpotensi menimbulkan salah kaprah dalam pengelolaan belanja pegawai.
Menurut Teuku, sejumlah daerah di Indonesia kini berada dalam tekanan fiskal karena komposisi belanja pegawai yang tinggi. Berdasarkan data nasional, sekitar 80 persen provinsi masih memiliki porsi belanja pegawai di atas batas ideal, yakni di atas 30 persen dari total APBD. Situasi ini turut dirasakan Provinsi Bengkulu.
“Aturan pemerintah pusat melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 mengamanatkan bahwa pada tahun 2027, porsi belanja pegawai harus berada di angka 30 persen. Sementara Provinsi Bengkulu saat ini masih berada di 41 persen,” ujar Teuku.
Teuku menilai kebijakan pemotongan TKD justru memperparah persoalan. Menurutnya, pemotongan itu menyasar belanja modal, bukan belanja pegawai. Padahal dalam rumus fiskal, penurunan belanja modal akan membuat proporsi belanja pegawai terlihat meningkat, bukan menurun.
BACA JUGA:Seluruh Fraksi Setuju Raperda APBD 2026 Dibahas Lebih Lanjut
BACA JUGA:Operasi Zebra Nala 2025, Polres Kaur Fokus pada 12 Pelanggaran
“Kalau belanja modal dikurangi, bilangan pembaginya mengecil. Otomatis persentase belanja pegawai naik lagi. Ini yang sering disalahpahami. Yang dipotong itu bukan belanja pegawai, tetapi belanja modal,” jelasnya.
Teuku menekankan bahwa satu-satunya cara untuk menekan porsi belanja pegawai adalah menambah kapasitas fiskal, bukan menguranginya.
“Jika dana TKD ditambah, maka beban belanja pegawai akan turun sendiri secara proporsional. Karena pembaginya lebih besar. Secara matematika sudah jelas,” ujarnya.
Rumus DAU Sudah Jelas dalam Regulasi
DPRD, kata Teuku, pada prinsipnya tidak menolak arahan pemerintah pusat. Namun ia menilai bahwa mekanisme perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) sebenarnya telah digariskan dengan jelas dalam peraturan perundang-undangan.
Rumus DAU ditetapkan berdasarkan sejumlah indikator. Seperti, luas wilayah, jumlah penduduk, tingkat kemahalan konstruksi, indeks pembangunan manusia dan kebutuhan dasar fiskal daerah.
Semua komponen tersebut telah tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.