Tambang Emas di Seluma, Antara Harapan dan Kecemasan Warga Lereng Bukit Sanggul

Hutan Bukit Sanggul--

RADAR BENGKULU – Di tengah hamparan hutan lebat dan sungai-sungai jernih yang mengalir di kaki Bukit Sanggul, masyarakat Desa Giri Nanto, Kecamatan Ulu Talo, Kabupaten Seluma, tengah dihantui oleh bayang-bayang tambang emas. Bukan karena kilau logam mulia yang menggiurkan, melainkan kekhawatiran tentang masa depan hutan, sungai, dan kehidupan yang selama ini mereka jaga.

Kepala Desa Giri Nanto, Zulmanto menyatakan bahwa warganya masih dalam posisi bertanya-tanya. Belum ada kepastian informasi. Yang mereka tahu, beberapa kali perwakilan perusahaan dan konsultan lingkungan datang melakukan survei dan wawancara warga.

"Sudah dua kali mereka datang. Yang pertama untuk penyusunan Amdal, kedua survei sosial masyarakat. Itu sekitar tiga bulan lalu. Setelah itu tidak ada kabar lagi," ujar Zulmanto saat dihubungi, Selasa (17/6/2025).

Sebagai kepala desa, Zulmanto memilih bersikap netral. Ia tak ingin memaksakan pendapatnya. Bagi Zulmanto, keputusan menerima atau menolak tambang harus muncul dari kesadaran masyarakat yang dibekali informasi yang cukup.

BACA JUGA:Akhirnya Pemerintah Putuskan 4 Pulau yang Bersengketa Masuk ke Wilayah Aceh

BACA JUGA:Temui Mensos, Gubernur Bengkulu Dapat Proyek Sekolah Rakyat Rp 200 Miliar

“Kami ini masyarakat kecil. Butuh edukasi yang adil, bukan janji-janji atau propaganda. Karena ini menyangkut hidup kami dan generasi setelah kami,” tegasnya.

Desa Giri Nanto dan lima desa lain di Kecamatan Ulu Talo disebut-sebut akan masuk dalam wilayah operasi sebuah perusahaan pertambangan emas. Beberapa warga mulai mencium geliat aktivitas eksplorasi di kawasan hutan atas.

Salah seorang warga, Ujang, yang sehari-hari bertani kopi dan mencari hasil hutan seperti gaharu dan damar, mengaku sudah sejak belasan tahun lalu mendengar desas-desus adanya potensi emas di kawasan hutan mereka.

“Dulu waktu saya masih bujang, sudah ada cerita soal tambang. Sekarang malah ada lubang-lubang besar di atas bukit. Hutan seluas satu hektare dibabat habis. Katanya sih untuk tempat mendarat heli,” kata Ujang, setengah heran, setengah takut.

Bagi masyarakat Ulu Talo, hutan bukan sekadar pepohonan dan tanah. Ia adalah sumber hidup. Sungai tempat mereka mandi, mencuci, dan mengairi sawah. Bukit dan lerengnya adalah tempat mereka menanam kopi, mengambil rotan, berburu, dan meramu.

BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Gelar Uji Kompetensi ASN, Tekankan Profesionalisme dan Pemahaman Tugas

BACA JUGA:Mahasiswa Kembali Suarakan Kenaikan Pajak Kendaraan, Desak Pemprov dan DPRD Segera Revisi Perda Pajak

“Kalau sungai rusak, sawah kami mati. Kalau hutan habis, kami kehilangan semuanya,” ujar Nusia, perempuan dari Suku Serawai yang tinggal di tepi Sungai Ulu Talo.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan