Aspirasi Buruh Tertahan di Pintu Parlemen

Ratusan mahasiswa kecewa berat terhadap sikap DPRD Provinsi Bengkulu-Windi/RADAR BENGKULU-
RADAR BENGKULU - Ratusan mahasiswa kecewa berat terhadap sikap DPRD Provinsi Bengkulu yang menolak memberikan akses kepada massa aksi untuk menyampaikan aspirasi mereka secara langsung di dalam ruang sidang paripurna.
Peristiwa ini terjadi saat aksi demonstrasi dalam memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) pada Senin, 5 Mei 2025, di Depan Gedung DPRD Provinsi Bengkulu.
Aksi yang dimulai sejak pukul 14.10 WIB itu diikuti oleh berbagai organisasi, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Organisasi Kepemudaan (OKP), lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga masyarakat umum. Massa berharap dapat berdialog langsung dengan wakil rakyat di forum resmi, namun keinginan tersebut ditolak mentah-mentah oleh DPRD.
“Kami kecewa karena DPRD tidak memberikan ruang untuk menyampaikan tuntutan kami secara layak. Ini bukan hanya soal prosedur, ini soal keberpihakan terhadap rakyat,” kata Anjar, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bengkulu.
BACA JUGA:Gubernur Helmi Hasan Lepas 423 Orang Jamaah Calon Haji Provinsi Bengkulu
Menurut Anjar, mahasiswa membawa sejumlah aspirasi konkrit yang mendesak untuk dibahas bersama DPRD. Salah satunya adalah perlindungan hukum bagi para buruh korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang dalam beberapa bulan terakhir meningkat di wilayah Bengkulu.
Ia menyayangkan tidak adanya ruang dialog yang disiapkan oleh lembaga legislatif daerah itu.
“Kami membawa aspirasi yang nyata. PHK massal terjadi, dan tidak ada perlindungan yang berarti bagi korban. Para buruh ini sudah mengabdi bertahun-tahun, dan saat diberhentikan begitu saja, hak-haknya diabaikan,” ucap Anjar lantang.
Lebih jauh, massa juga menyoroti ketidakadilan yang dialami pekerja sektor informal. Mereka menuntut pengupahan dan jam kerja yang lebih manusiawi serta mendesak agar implementasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijalankan secara konsisten.
Tak hanya itu, tuntutan agar pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) juga disuarakan. Kelompok buruh dan mahasiswa menilai pekerja rumah tangga selama ini menjadi korban sistem kerja yang tidak berpihak kepada keadilan sosial.
“Pekerja platform digital juga harus dilindungi. Mereka adalah bagian dari tenaga kerja Indonesia yang selama ini diabaikan dalam regulasi,” kata Anjar.
Sikap DPRD yang menolak memberi ruang bagi penyampaian aspirasi secara langsung di ruang sidang paripurna memicu aksi lanjutan hingga malam hari. Massa bahkan sempat membakar ban bekas sebagai simbol kekecewaan dan kegeraman atas sikap DPRD yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil. Tindakan itu sempat memicu ketegangan dengan aparat kepolisian, meski tidak sampai menimbulkan bentrokan fisik.
Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Andi Suhary, menyatakan bahwa ruang paripurna bukan tempat untuk menyampaikan aspirasi secara terbuka oleh massa aksi.