Nilai Waktu Luang bagi Seorang Muslim
Dr. Ismail Jalili, M.A--
Begitulah cara Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita, umat Islam agar melakukan usaha untuk memanfaatkan waktu luang yang ada. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak pernah beliau dijumpai membiarkan waktu luang berlalu dengan sia-sia. Sebab beliaulah yang mendapatkan pengajaran pertama sekali dari Allah SWT mengenai pemanfaatan waktu. Allah SWT memerintahkan beliau untuk melakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat setelah selesai dari suatu pekerjaan; dan mengisinya dengan beribadah. Seperti yang diisyaratkan dalam firman-Nya yang artinya,
"Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap." (QS. Asy-Syarh: 7-8).
Memang ada beberapa konteks ayat (isi kandungannya) yang khusus diperuntukkan bagi nabi Muhammad SAW atau bagi istri beliau. Tetapi ayat diatas secara umum berlaku bagi semua umat beliau tanpa terkecuali. Bahwa tidak sepatutnya umat Islam berdiam diri dan tidak mau berusaha untuk memanfaatkan waktu luang, ketika selesai melaksanakan suatu pekerjaan atau aktivitas. Jika selesai melaksanakan urusan dunia, maka bersegera untuk melakukan urusan akhirat, selagi ada kesempatan (waktu luang). Dan sebaliknya, bila selesai melakukan rutinitas ibadah (akhirat), maka bersegera untuk melakukan aktivitas yang bersifat keduniaan.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Seterusnya, apabila Anda selesai memenuhi hajat jasmani Anda, maka berusahalah untuk memenuhi kebutuhan rohani (jiwa) Anda. Jika Anda selesai dari urusan pribadai, maka isilah waktu luang Anda untuk anggota keluarga, kemudian orang-orang (masyarakat) di sekitar Anda.
Demikianlah, Islam tidak menganjurkan umatnya untuk memanfaatkan waktu luang dengan cara bersantai-ria, atau bersenda gurau yang tidak memberikan manfaat dan kebaikan. Boleh menggunakan waktu luang untuk beristirahat atau melakukan aktivitas lain yang bersifat Mubah (boleh), tetapi dengan syarat aktivitas tersebut memberikan kebaikan dan manfaat (paling tidak) bagi dirinya sendiri. Seperti ; membaca buku, surat kabar, ataupun majalah, melakukan aktivitas yang berkaitan dengan olah raga, berjalan-jalan ke tempat wisata, bercengkerama (bersantai) dengan anak-anak di rumah. Bukankah keluarga memiliki hak yang harus dipenuhi oleh seorang ayah atau ibu ? Anak-anak sangat memerlukan perhatian dan kasih sayang dari keduanya. Hak-hak anak tidak hanya terbatas pada kebutuhan materi, tetapi juga berkaitan dengan kebutuhan rohani mereka. Seperti; hak untuk diperhatikan, dibina, diberi kasih-sayang dan sebagainya.
Sama halnya dengan hak-hak yang melekat pada diri kita. Secara fitrah kita memiliki hak yang berkenaan dengan kebutuhan jasmani dan rohani. Setiap hari, tubuh kita memerlukan asupan makanan, minum, dan pakaian. Di samping itu, tubuh kita berikut anggotanya memiliki hak untuk dipelihara, dirawat dan dilindungi dari berbagai macam unsure (sebab) yang membahayakan (merugikan) diri sendiri.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Rasulullah SAW menasehati kita untuk selalu memberikan apa yang menjadi hak bagi tubuh kita berikut anggotanya ; hak yang bersifat jasmani maupun rohani. Dalam sebuh hadis, beliau bersabda yang artinya,
"Penuhilah hak setiap (apa) yang memiliki hak !"
Ya, ketika badan telah terasa begitu capek, maka kita harus mengistirahatkannya sejenak; beberapa saat sesuai dengan kebutuhan. Ketika mata terasa mengantuk berat, karena pekerjaan yang banyak dan sebagainya, maka kita harus memberikan mata apa yang menjadi haknya, yaitu tidur (istirahat). Begitupun juga dengan anggota tubuh lainnya, masing-masing memiliki hak yang harus dipenuhi, demi kepentingan dan keseimbangan tubuh itu sendiri, sehingga selalu sehat dan kuat. Bukankah dengan begitu, kita telah berbuat adil terhadap diri kita sendiri ? Lebih jauh, ketika kita terbiasa bersikap adil terhadap diri sendiri, mudahan-mudahan sikap ini mendidik kita untuk bersikap adil terhadap (hak) orang lain.
Islam mendidik kita untuk memanfaatkan dan mengolah waktu luang. Waktu luang tidak akan menjadi kosong dan sia-sia, apabila kita manfaatkannya secara tepat guna. Yaitu, mengisinya dengan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat dan mendatangkan kebaikan, untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Ibnu Mas'ud berkata, "Aku sangat membenci seorang lelaki yang memiliki waktu luang tetapi dia tidak melakukan suatu pekerjaan apapun yang bermanfaat; baik pekerjaan untuk dunia maupun akhirat." (HR. Thabrani).
Seperti yang tersebut dalam hadis diatas, kiranya seorang sahabat Rasulullah SAW dan periwayat hadis terkemuka seperti Ibnu Mas'ud, tentu saja tidak membenci pribadi orang yang bermalas-malasan dalam memanfaatkan dan mengolah waktunya, tetapi beliau membenci (karena Allah) sikap yang diperankan oleh siapapun dari kalangan umat Islam yang mengabaikan nilai (pentingnya) waktu. Karena itu bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah SAW. Beliau adalah panutan dan suri tauladan kita bersama. Lantas bagaimana sikap beliau terhadap waktu ?