Namun, di sisi lain, perbedaan harga ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai strategi pemasaran dan distribusi Pertamax di kedua jenis outlet ini. Mengapa ada perbedaan harga yang mencolok antara SPBU dan Pertashop?
Menanggapi hal ini, Seteven menjelaskan bahwa perbedaan harga tersebut terkait dengan efisiensi distribusi dan skala operasional dari kedua jenis outlet tersebut.
"Pertashop memiliki keunggulan dalam hal biaya operasional yang lebih rendah dan distribusi yang lebih efisien, terutama di daerah dengan kepadatan lalu lintas yang tidak terlalu tinggi. Ini memungkinkan kami untuk menawarkan harga yang lebih kompetitif tanpa mengorbankan kualitas," jelas Seteven.
BACA JUGA:Kemendikbudristek Minta Tambah Anggaran Pendidikan 2025 Rp 26,4 Triliun, Buat Tunjangan Guru Non PNS
BACA JUGA:Arah Program Pembangunan Bengkulu Utara hingga 20 Tahun ke Depan Sudah Ditentukan
Sementara itu menurut Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, penurunan harga ini berlaku untuk semua jenis BBM Non-Subsidi, termasuk Pertamax Series dan Dex Series.
"September ini, semua harga BBM Non-Subsidi Pertamina mengalami penurunan," ujar Heppy.
Ia menjelaskan, harga BBM Non-Subsidi akan terus disesuaikan secara berkala mengikuti tren harga rata-rata publikasi minyak dunia seperti Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus, serta mempertimbangkan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
Heppy menambahkan bahwa penyesuaian harga BBM Non-Subsidi bersifat dinamis, sehingga bisa mengalami kenaikan, penurunan, atau tetap, tergantung pada perkembangan harga minyak dunia dan stabilitas nilai tukar rupiah.
"Evaluasi dan penyesuaian harga untuk BBM Non-Subsidi akan terus kami lakukan secara berkala setiap bulannya. Jadi harganya bisa tetap, bisa naik, dan bahkan bisa turun. Ini tergantung tren harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah kita," jelasnya.
Lebih lanjut, Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan, menjelaskan bahwa penyesuaian harga BBM Non-Subsidi juga berbeda-beda di setiap wilayah, disesuaikan dengan besaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) di masing-masing daerah. Di provinsi dengan besaran PBBKB 7,5 persen, seperti Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, dan Bangka Belitung, harga Pertamax Turbo (RON 98) turun menjadi Rp 14.800 per liter. Sementara Pertamax (RON 92) turun menjadi Rp 13.250 per liter.
Sedangkan untuk produk diesel, Dexlite (CN 51) mengalami penyesuaian harga menjadi Rp 14.400 per liter, dan Pertamina Dex (CN 53) menjadi Rp 14.900 per liter.
Penurunan harga ini diharapkan dapat meringankan beban masyarakat di wilayah tersebut, terutama mereka yang mengandalkan BBM Non-Subsidi untuk aktivitas sehari-hari.
Untuk wilayah Bengkulu yang memiliki besaran PBBKB sebesar 10 persen, penyesuaian harga BBM juga dilakukan. Pertamax Turbo (RON 98) di Bengkulu turun menjadi Rp 15.100 per liter, sementara Pertamax (RON 92) menjadi Rp 13.550 per liter. Sementara itu, harga Dexlite (CN 51) menjadi Rp 14.700 per liter, dan Pertamina Dex (CN 53) menjadi Rp 15.200 per liter.