Buruh dan Mahasiswa Bengkulu Serukan Penolakan Omnibus Law di Depan DPRD Provinsi
Dalam momen peringatan Hari Buruh Internasional di Provinsi Bengkulu diperingati dengan ujuk rasa oleh berbagai kalangan antara lain mahasiswa, OKP dan KSPSI-windi-
Aizan juga menyoroti masalah outsorching yang diperluas, menyebabkan kerja para pekerja tidak langsung kepada pemberi kerja. Ia juga mengkritik pengenaan pajak terhadap Tunjangan Hari Raya (THR) serta keterlambatan pembayarannya.
"Sistem outsorching ini bila terjadi masalah industrial, siapa yang bertanggung jawab? Nah itu hal-hal yang memperhatikan," tambahnya.
Di tingkat lokal, penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Bengkulu sebesar Rp2,5 juta dinilai sangat rendah, bahkan terendah di Sumatera. Para buruh meminta kenaikan UMP sebesar 10 persen, namun hanya ditetapkan 3,67 persen.
"UMP kita ini upah yang paling rendah di Sumatera baru di angka Rp2,5 sementara di teman-teman kita yang lain ada yang Rp3 juta. Kami kemarin meminta kenaikan itu adalah 10 persen namun hanya ditetapkan 3,67 persen. Itu menjadi perhatian kami para buruh di Bengkulu," ujarnya
Perwakilan mahasiswa yakni Presiden BEM KBM Universitas Bengkulu, Ridhoan P. Hutasuhut. juga menegaskan sikap mereka, menyindir bahwa kebijakan pemerintah yang memperingati hari buruh dengan aksi bakti sosial dianggap hanya sebagai upaya pencitraan semata.
Aksi ini diharapkan dapat membuka pintu dialog antara para buruh, mahasiswa, dan pemerintah untuk menemukan solusi terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh buruh di Provinsi Bengkulu.
"Bakti Sosial di Bengkulu Tengah dengan aksi sunatan masal, bagi-bagi beasiswa Rp250 ribu atau pengobatan gratis, seolah-olah menunjukkan bahwa itu cukup menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan para buruh," sindirnya