Belum Diresmikan, Pembangunan Jembatan Air Cugung Patil Sudah Terasa Manfaatnya
Belum Diresmikan, Pembangunan Jembatan Air Cugung Patil Sudah Terasa Manfaatnya--
RADAR BENGKULU – Warga di Kelurahan Kebun Tebeng kini bisa bernapas lega. Masalah banjir tahunan yang menghantui mereka setiap kali hujan lebat datang, kini teratasi berkat pembangunan jembatan baru yang dinamai Jembatan Air Cugung Patil.
Proyek ini sebagai respon cepat Pemerintah Kota Bengkulu terhadap kesulitan yang dialami masyarakat selama puluhan tahun.
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Kebun Tebeng, Suherman mengungkapkan rasa syukurnya atas selesainya pembangunan fisik jembatan tersebut.
“Alhamdulillah, proses pembangunan sudah di tahap akhir. Jembatan ini adalah bentuk respon cepat Bapak Walikota dan Wakil Walikota serta Dinas PUPR Kota Bengkulu,” ujar Suherman, Rabu (03/12).
Sebelum jembatan ini berdiri kokoh, intensitas hujan yang tinggi sering kali menyebabkan luapan air yang berakibat fatal. Kerugian tidak hanya sebatas materi, tetapi juga merusak tanaman perkebunan yang merupakan sumber ekonomi utama bagi warga sekitar.
“Dulu, aliran air sangat deras dan meluap, menyebabkan kerugian materi dan tanaman perkebunan warga. Saat ini, setelah dibangun, air turun dengan cepat ketika hujan lebat datang dan banyak masyarakat mendapat manfaatnya,” tambah Suherman, menekankan dampak positif langsung dari pembangunan ini.
BACA JUGA:Inflasi Kota Bengkulu Bulan November 2,28 Persen
BACA JUGA:Ini Hasilnya, Pemkot Rapat Bersama Pimpinan Alfamart dan Indomaret
Menariknya, dengan fisik yang baru dan modern, jembatan ini secara resmi berubah nama menjadi Jembatan Air Cugung Patil.
Penamaan ini bukan sekadar label baru, melainkan penghormatan terhadap sejarah dan tokoh-tokoh yang mendiami wilayah tersebut sejak lama.
Nama tersebut diambil dari kisah rakyat lokal yang telah melegenda. Artinya Cugung adalah bukit atau gundukan tanah. Sementara Patil merupakan peralatan pertukangan tradisional, sejenis cangkul kecil.
Kisah bermula sebelum tahun 80-an, di mana kawasan tersebut merupakan daerah rawa, sawah, dan berbukit-bukit. Tumbuhlah satu pohon besar yang, ketika ditebang oleh warga, di dalamnya ditemukan sebuah ‘patil’ (alat pertukangan).
“Karena topografi yang berbukit dan rawa itulah, mengalirlah anak sungai atau siring yang lumayan dalam dengan aliran deras. Tepat di lokasi aliran deras itulah jembatan ini dibangun, dan untuk mengenang riwayat tersebut, dinamakanlah Jembatan Air Cugung Patil,” jelas Suherman.
Pembangunan Jembatan Air Cugung Patil menjadi contoh nyata kolaborasi antara infrastruktur modern dengan kearifan lokal, di mana solusi teknis mengatasi bencana alam berjalan beriringan dengan pelestarian cerita sejarah di Kota Bengkulu.