Digitalisasi Pajak Bahan Bakar Bengkulu, Pengetatan Pengawasan Cegah Kebocoran
Digitalisasi Pajak Bahan Bakar Bengkulu, Pengetatan Pengawasan Cegah Kebocoran--
RADAR BENGKULU — Pemerintah Provinsi Bengkulu tengah melakukan lompatan besar dalam sistem pelaporan pajak daerah, terutama pada pengawasan distribusi bahan bakar minyak (BBM). Melalui digitalisasi menyeluruh, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) berupaya menutup celah kebocoran yang selama ini menggerus pendapatan dan mengacaukan data distribusi di lapangan.
Di bawah kepemimpinan Gubernur, kebijakan penurunan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) untuk BBM nonsubsidi dari 10 persen menjadi 7,5 persen diarahkan untuk mendorong masyarakat beralih ke BBM berkualitas lebih baik seperti Pertamax dan Dexlite.
Namun, digitalisasi bukan hanya soal stimulus tarif. Pemerintah juga memperketat penegakan hukum bagi perusahaan yang tidak patuh membayar pajak. Kepala Bidang Pengelolaan Pendapatan Bapenda Provinsi Bengkulu, Riki Hiriantoni, S.STP, ME, menegaskan bahwa setiap perusahaan yang mangkir akan langsung diproses melalui jalur hukum.
“Data sedang dirangkum. Jika ditemukan perusahaan yang tidak patuh, kami minta penegak hukum membantu memastikan pajak yang tertunggak bisa segera dibayarkan,” tegas Riki.
Saat ini, Bapenda tengah memfinalisasi aplikasi digital pelaporan dan pembayaran pajak bahan bakar. Aplikasi tersebut nantinya akan menjadi pusat data transaksi penyaluran BBM dari perusahaan hingga SPBU, sekaligus memaksa seluruh Wajib Pungut PBBKB untuk melaporkan transaksi secara realtime.
BACA JUGA:Kejar Tenggat 31 November, DPRD Bengkulu Gelar Tiga Paripurna dalam Sehari
BACA JUGA:Gercep, Staf Khusus Ketua DPD RI Cek Fakta Penembakan Petani di Bengkulu Selatan
Setiap penyerahan BBM ke SPBU otomatis menjadi objek pajak yang wajib dilaporkan. Melalui aplikasi itu, pemerintah bisa memantau volume pergerakan BBM hingga nilai pajak yang seharusnya masuk kas daerah.
“Dengan digitalisasi, tata kelola akan jauh lebih tertib dan transparan. Gubernur juga akan lebih mudah mengambil kebijakan karena datanya jelas, terukur dan realtime,” kata Riki.
Selama ini terdapat indikasi sejumlah perusahaan membeli BBM dari luar provinsi untuk menghindari kewajiban pajak di Bengkulu. Praktik ini mengakibatkan potensi penerimaan bengkok dan membuat kelangkaan BBM di masyarakat tampak seperti situasi tak terpantau.
“Kelangkaan di masyarakat berpengaruh pada penerimaan pajak. Karena itu, aplikasi digital ini akan mencatat seluruh penyaluran dan nilai pajak secara detail. Tidak ada lagi ruang abu-abu,” jelasnya.
Bapenda menargetkan penerimaan di atas Rp 200 miliar setelah sistem ini berjalan penuh. Riki memastikan regulasi tersebut mengacu pada UU Nomor 1 dan PP Nomor 35 Tahun 2023.
“Ini akan menjadi motor penggerak database bahan bakar Bengkulu. Transparan, akuntabel, dan mampu memotret potensi yang selama ini belum terlihat,” tuturnya.