Bisakah Pemakzulan Wapres Gibran Dilakukan?

Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka--
RADAR BENGKULU - Nyaris 200 hari Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjalankan pemerintahan. Selama itu pula, tak henti-hentinya pemerintah menelurkan kebijakan kontroversial yang memaksa publik turun ke jalan untuk melakukan rangkaian aksi protes.
Kali ini tidak hanya masyarakat umum yang resah. Tuntutan juga muncul dari Forum Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI), salah satunya soal penggantian Wapres Gibran.
Menurut mereka (dalam pernyataan sikap yang ditandatangani oleh 103 Jenderal, 73 Laksamana, 65 Marsekal, dan 91 Kolonel purnawirawan TNI) Gibran tidak layak menjabat karena proses pencalonannya cacat etik serta merusak integritas Konstitusi.
Konstitusi Indonesia memang membuka ruang untuk pemakzulan pemimpin negara, baik presiden maupun wakil presiden. Namun, apakah semudah itu melengserkan Gibran?
Bisakah wapres dilengserkan?
Mekanisme pemakzulan sudah diatur dalam Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Pemakzulan dapat dilakukan terhadap presiden beserta wakil presiden, maupun sendiri-sendiri (presiden atau wakil presiden).
BACA JUGA:Kantor Staf Kepresidenan Beri Apresiasi Program 4 In 1 Kota Bengkulu
BACA JUGA:Presiden Prabowo Teken Inpres Enggano-Pulau Baai
Menurut Pasal 7A, pemakzulan dapat terjadi apabila presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela. Selain itu, mereka juga bisa dilengserkan jika muncul pendapat bahwa keduanya tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
Artinya, apabila seorang presiden atau wakil presiden melakukan pelanggaran, maka sangat mungkin dimakzulkan.
Namun, Pasal 7A ini juga membuka ruang bagi interpretasi politik, khususnya terkait pelanggaran berupa “perbuatan tercela” serta pendapat bahwa “presiden dan/atau wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat.” Dalam praktiknya, ini dapat diartikan sebagai ketidakmampuan menjalankan tugas kenegaraan.
Frasa-frasa tersebut bersifat terbuka, sehingga penafsirannya sangat bergantung pada dinamika politik di lembaga legislatif.
Siapa yang bisa memakzulkan presiden atau wakil presiden?
Menurut Pasal 7B, mekanisme pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden melalui proses politik dan hukum yang ketat, yakni harus melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terlebih dahulu melalui proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK).