Bisakah Pemakzulan Wapres Gibran Dilakukan?

Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka--

BACA JUGA:Presiden Prabowo Mantapkan Sekolah Rakyat

BACA JUGA:Wakil WaliKota Bengkulu Sambut Kedatangan Staf Kepresidenan RI di Bumi Merah Putih

Mekanisme tersebut mencerminkan prinsip check and balances karena ada keseimbangan peran antara lembaga legislatif, yakni DPR sebagai representasi lembaga politik; MK sebagai lembaga yudikatif yang menegakkan prinsip negara hukum; serta keputusan terakhir pada MPR sebagai cerminan dari kedaulatan rakyat.

Tak semudah itu

Meskipun Konstitusi memberi ruang pemakzulan wapres, proses pelengseran tidak serta merta mudah dilakukan dalam proses politik. Pasalnya, seluruh proses ini bergantung pada dominasi kekuasaan.

Pengajuan pemakzulan terhadap presiden dan/atau wakil presiden diajukan oleh DPR ke MK sebelum nanti diberikan ke MPR untuk keputusan akhir.

Saat ini, terdapat 470 (81%) kursi di parlemen yang dikuasai mayoritas pendukung pemerintahan Prabowo–Gibran. Sisanya, sebesar 110 (19%) kursi, dikuasai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)—sebagai partai di luar koalisi Prabowo. Dari sini saja sudah terlihat bahwa peta kekuasaan politiknya sangat timpang.

Untuk bisa mengajukan ke MK, DPR harus mengantongi persetujuan minimal 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna. Sidang ini juga harus dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.

Secara hitung-hitungan, dari total 580 jumlah anggota DPR, sidang paripurna dapat dinyatakan sah apabila dihadiri minimal 387 anggota. Dalam sidang tersebut, pengajuan pemakzulannya harus disetujui sekurang-kurangnya oleh 258 anggota.

Pengajuan permintaan pemakzulan, jika dilakukan oleh satu partai oposisi, PDIP misalnya, sangat mustahil untuk dilakukan.

Secara logika politik, kalau parlemennya saja dikuasai pendukung Prabowo-Gibran, hampir tidak mungkin DPR mau mengajukan pemakzulan Gibran ke MK. Artinya, jika melihat konfigurasi kekuasaan saat ini, pemakzulan terhadap wapres nyaris mustahil untuk dilakukan.

Bahkan jika proses pengajuan tersebut diloloskan DPR ke MK, proses hukum di MK sangatlah kompleks. MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus usulan DPR, atas pelanggaran hukum yang diduga dilakukan presiden dan/atau wakil presiden.

Pembuktian pelanggaran hukum akan menjadi perdebatan yang rumit, karena di dalamnya akan ada proses politik.

Andaipun Gibran terbukti bersalah, keputusan akhir ada di MPR. Pengambilan keputusannya pun harus dilakukan dalam rapat paripurna MPR yang minimal dihadiri ¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh minimal 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Sekali lagi, jika melihat konfigurasi politik di parlemen, hampir mustahil pemakzulan ini lolos.

Pertarungan hukum dan politik

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan