Alur Pelabuhan Pulau Baai Masih Dangkal, Janji Kapal Keruk Besar Hanya Angin Lalu?

Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Teuku Zulkarnain--

RADAR BENGKULU  – Harapan akan normalnya kembali aktivitas pelayaran di Pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu, hingga kini masih sebatas wacana. Pengerukan yang dilakukan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo Regional 2 Bengkulu dinilai tak kunjung membuahkan hasil yang signifikan. 

Lebih ironis lagi, meskipun Gubernur Bengkulu sebelumnya telah bertemu dengan PT Pelindo Pusat dan Menteri Perhubungan hingga janji mendatangkan kapal keruk berkapasitas besar pada awal Mei pun belum terlihat realisasinya di lapangan.

Akibat kondisi alur pelayaran yang masih belum optimal, sejumlah kapal, termasuk Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Pulo Tello, masih belum dapat bersandar atau berlayar secara normal.  Situasi ini membuat sejumlah anggota legislatif mulai kehilangan kesabaran.

"Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pengerukan yang dilakukan sejauh ini belum menyentuh akar persoalan. Kapal-kapal masih kesulitan keluar masuk. Ini jelas tidak sesuai ekspektasi," kata Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Teuku Zulkarnain, Selasa (6/5).

BACA JUGA:Menjelang Idul Adha, Dinas Peternakan Bengkulu Pastikan Kesehatan Hewan Kurban

BACA JUGA:Helmi Hasan Ingin Ubah Tahura Jadi Pusat Edukasi, Konservasi, hingga Ketahanan Pangan

Menurut Teuku, pendangkalan alur pelayaran Pelabuhan Pulau Baai bukan hanya masalah teknis, melainkan menyangkut hajat hidup masyarakat luas. Salah satu dampak nyata yang ia soroti adalah menurunnya aktivitas pengangkutan hasil bumi dari Pulau Enggano pulau terluar yang selama ini bergantung pada pelabuhan tersebut.

"Sudah terjadi kasus dimana berton-ton pisang dari Enggano dibuang ke laut. Ini bukan hanya merugikan petani, tapi menyiratkan kegagalan sistemik dalam pengelolaan pelabuhan," tegas politisi Partai Amanat Nasional itu.

Ia menambahkan, mandeknya akses transportasi laut berdampak langsung pada perekonomian warga Enggano yang kini kesulitan menjual hasil panen dan bahkan memenuhi kebutuhan pokok harian mereka.

"Bisa dibayangkan, jika uang tidak mengalir karena hasil panen tak terjual, bagaimana mereka membeli beras atau obat-obatan? Ini darurat yang tidak boleh dianggap sepele," tambahnya.

Bukan hanya masyarakat pulau, sektor industri dan logistik di daratan Bengkulu juga terkena imbas. Aktivitas bongkar muat tersendat, ekspor batubara tertahan, dan distribusi barang terhambat, menyebabkan biaya angkut melonjak. Jika situasi ini terus berlangsung, dikhawatirkan akan memicu inflasi regional dan meningkatkan angka pengangguran, terutama di sektor pelabuhan.

“Kalau Pelindo memang tidak sanggup menyelesaikan pendangkalan ini, lebih baik serahkan saja pengelolaan pelabuhan ke Pemprov. Pemerintah daerah pasti bisa minta intervensi langsung dari Presiden atau Kemenhub,” sindir Teuku.

Sikap kritis juga datang dari jajaran Pemerintah Provinsi Bengkulu. Asisten II Sekretariat Daerah, RA Denni, mengatakan pihaknya masih menunggu janji Pelindo yang berencana mendatangkan kapal keruk besar untuk mempercepat pengerukan.

"Katanya awal bulan ini kapal akan tiba. Tapi sampai sekarang, jangankan kapal, kabarnya saja belum terdengar. Masyarakat menunggu, ekonomi menunggu, tapi yang dijanjikan malah menghilang," ujarnya dengan nada kecewa.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan