Hati-Hati, Kekerasan Seksual di Faskes Tak Hanya Terjadi di RSHS

pelaku kekekrasan seksual PPDS Unpad di RSHS -Istimewa---
RADAR BENGKULU, JAKARTA – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengecam keras kasus pemerkosaan terhadap keluarga pasien yang dilakukan oleh dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Seperti dikutip dari laman disway.id, Komnas Perempuan mengungkap fakta mengejutkan: kekerasan seksual di fasilitas layanan kesehatan bukanlah kejadian tunggal.
Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2024, tercatat 1.830 kasus kekerasan seksual di ranah publik, dan tiga diantaranya terjadi di fasilitas kesehatan. "Fasilitas kesehatan seharusnya menjadi ruang aman, bukan tempat yang justru mencederai korban," kata Komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, Jumat 18 April 2025.
Kata Dahlia, peristiwa pemerkosaan di RSHS adalah alarm keras bagi semua pihak, terutama karena pelaku adalah tenaga kesehatan yang terikat sumpah dan etika profesi. “Ini masa-masa sulit bagi korban. Apalagi mengalami kekerasan seksual di tempat yang semestinya didedikasikan untuk penyembuhan dan perawatan,” ujarnya.
BACA JUGA:Apa itu Varikokel serta Olahraga Apa Saja Yang Bisa Menghilangkannya
BACA JUGA:Nyeri Otot Akibat Berolahraga, Ini 10 Obat Yang Mujarab
Komnas Perempuan juga menyoroti masih sedikitnya korban yang berani melapor, disebabkan oleh rasa takut, malu, stigma membuka aib, hingga kekhawatiran dikriminalisasi. Meski demikian, pihaknya mengapresiasi langkah cepat dari RSHS Bandung, Kementerian Kesehatan, dan Universitas Padjadjaran yang langsung mengambil tindakan disipliner terhadap pelaku.
Komnas Perempuan juga menyatakan dukungan penuh kepada korban dan mendorong korban lain agar tidak takut melapor. “Kami menyerukan kepada Menteri Kesehatan agar segera menetapkan kebijakan 'Zona Tanpa Toleransi' terhadap segala bentuk kekerasan di fasilitas kesehatan,” tegas Dahlia.
Kemudian, Komnas Perempuan juga mendorong rumah sakit dan lembaga pendidikan kedokteran untuk melakukan evaluasi menyeluruh guna memastikan ruang publik seperti rumah sakit benar-benar aman, baik bagi pasien, keluarga pasien, maupun tenaga kesehatannya sendiri. “Fasilitas kesehatan adalah garda terdepan bagi korban kekerasan. Tidak seharusnya justru menjadi tempat terjadinya kekerasan itu sendiri,” tandasnya.
Di samping itu, organisasi profesi diminta agar tak lagi menyederhanakan kasus seperti ini sebagai ulah “oknum” semata. Harus ada mekanisme internal yang kuat untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual secara komprehensif.(*)