Ini Alasan Gen Z Punya Banyak Side Account di IG dan X

Akun instagram Gen Z seringkali disegmentasikan sesuai dengan kebutuhan dan fokusnya. --iStock--

RADAR BENGKULU - Buka Instagram, cek Twitter, dan tiba-tiba ada akun yang isinya beda total dari akun utama. Lebih personal, lebih bebas, dan kadang malah jadi tempat curhat. Fenomena itu dikenal sebagai side account. Yakni akun sampingan yang belakangan jadi “ruang aman” bagi banyak Gen Z.

Seperti dikutip dari laman harian.disway.id, fenomena itu bukan cuma tren gaya-gayaan. Ada alasan psikologis dan sosial di balik maraknya akun-akun alter, second account, hingga akun close friends.

Gen Z yang tumbuh di era digital paham betul bahwa eksistensi di media sosial tidak lepas dari ekspektasi. Akun utama sering jadi “etalase hidup”. Tempat menunjukkan sisi terbaik, pencapaian, atau hal-hal yang layak dipamerkan.

Akan tetapi hidup tidak melulu soal pencapaian. Ada momen rapuh, insecure, galau, dan marah yang tidak semua orang bisa melihatnya. Di situlah side account ambil peran.

BACA JUGA:4 Fakta Unik Sistem Pendidikan Jepang: Siswa Diajarkan untuk Mandiri Sejak Dini

BACA JUGA:Ini Aturan Baru Komdigi Tentang Penggunaan Ponsel, Pakai eSIM

Berdasarkan laporan dari UNICEF, sekitar 13,4% anak di Indonesia memiliki akun media sosial yang dirahasiakan dari orang tua mereka.  Bagi Gen Z, side account adalah tempat untuk jujur tanpa takut dihakimi. Bisa bicara tanpa sensor, curhat tanpa takut dianggap drama, dan berbagi hal-hal remeh tanpa harus terlihat “produktif” atau “inspiratif”.

Kemudian, akun-akun itu sering dikunci. Pengikutnya terbatas dan isinya lebih autentik. Ada juga yang menggunakan side account sebagai sarana kreativitas. Banyak yang menggunakan akun sampingan untuk share hobi, bikin konten eksperimental, atau mengekspresikan sisi diri yang tidak muncul di akun utama.

Di situ, Gen Z menunjukkan bahwa identitas mereka bukan satu dimensi. Tapi kompleks dan cair.

Menurut Psikolog komunikasi digital Sherry Turkle, dalam bukunya Alone Together: Why We Expect More from Technology and Less from Each Other (2011),  media sosial mendorong orang untuk mengurasi (memilih dan menyusun) versi terbaik dari dirinya. Dia menggunakan analogi "aktor di panggung digital" untuk menjelaskan bagaimana orang tampil dan berinteraksi di media sosial.

Bukan sebagai diri yang otentik. Melainkan sebagai "persona" yang ingin mereka tampilkan kepada dunia. Side account dalam konteks ini menjadi bentuk perlawanan kecil. Sebuah ruang untuk “menurunkan topeng” untuk menjadi diri sendiri tanpa tuntutan tampil baik.

BACA JUGA:Yuk cobain 4 Rekomendasi Kuliner yang Legendaris di Kayutangan, ada usia 100 tahunan loh!

BACA JUGA:Jangan Sampai Tertipu, Semua Biaya PPG PAI Kemenag Ditanggung Pemerintah

Di sisi lain, itu juga menunjukkan bahwa meskipun Gen Z sangat terbuka di internet, mereka tetap butuh ruang privat. Meskipun hanya di balik layar yang sama. Perkembangan algoritma media sosial yang semakin menyempitkan jangkauan organik juga ikut memengaruhi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan