Cerpen: Sang Piatu
Lathifah Khairun Nisa--
“Lanjuilah cung cincin kaba tu. Lah pisak kitau ni mikirkah makan ni cung tupau kekitau makan petang ni,”
ujar Nenek.
“Kelau kuday nik,” tolak Sang Piatu.
Sang Piatu merasa tidak enak mengambil cincin itu dari Raja, akhirnya ia memutuskan untuk kembali menjenguk Burung Putih dari pada mengambil cincinnya yang dipinjam Raja.
“Nidau lemak makan nasi putih ajau ni cung, lanjuilah kuday cincin kaba tu mangku pacak lemak jugau makan ni,” keluh Nenek kepada Sang Piatu saat mereka sedag menyantap sarapan mereka.
“Arau nik amau luk itu. Udim makan ni aku kenjenguk Burung putih agi. Kitau ni dang tekedan ndik ngapau mintak tulung agi,” ujar Sang Piatu.
Setelah makan, Sang Piatu pun berangkat ke hutan untuk menjenguk Burung Putih. Setelah sampai lagi di pemandian, Sang Piatu mandi disana. Tanpa Sang Piatu sadari, setelah ia mandi di pemandian itu kulitnya makin putih dan bersinar. Sang Piatu menjadi terlihat jauh lebih tampan dari sebelumnya.
Setelah selesai mandi, Sang Piatu melanjutkan perjalanannya. Saat sampai ternyata Burung Putih sudah menunggu kedatangannya di depan pintu rumah besar itu.
“Naiklah ding.”
Sang Piatu pun masuk kerumah itu mengikuti Burung Putih.
“Makanlah kudai. Keruan dengan aku kaba tu lah aus lah lapagh,” tawar Burung Putih kepada Sang Piatu.
Setelah Sang Piatu selesai makan, Burung Putih membawa seekor anak anjing berwarna
putih.
“Nah, ini adau anjing sikuk. Anjing ini mesingkah tanci ngan mas. Jadi, amau kaba dang ndak tanci, kicikkah ajau ngan diau,” ujar Burung Putih sambil memberikan anjing lucu itu kepada Sang Piatu.
Tak lama kemudian Sang Piatu akhirnya beranjak pulang.