Cerpen: Sang Piatu
Lathifah Khairun Nisa--
“Yak, bemasak,” jawab Sang Piatu.
“Lum bediyau lukak amau akap-akap ni Sang Piatu,” Raja menjawab dengan santai.
“Nah, amau lum bediau lukak au, bentang kelah tikagh di sini,” ujar Sang Piatu.
“Batan tapau tikagh tu? Ini kursi adau amau ndak duduk,” ucap Raja heran.
“Pukuk au bentang kelah kuday tikagh besak disini,” Sang Piatu bersikeras. Rajapun menurutu keinginan pemuda yang ada dihadapannya itu. Ia memanggil pelayannya untuk menggelar tikar di sana.
“Nah cincin, Rajau ni ndak njamu kecik. Ndak nasi gulai, ndak ulam ndak lukak. Pukuk au penuhi luan Rajau ni,” ujar Sang Piatu. Lalu, melempar cincin secintau adau miliknya.
Tak berselang lama, makanan lezat dengan berbagai menupun memenuhi tikar yang sudah digelar. Raja membuka mulutnya berdecak kagum.
“Bagaimana makanan sebanyak ini muncul dalam 1 detik,” mungkin itu yang ada salam pikiran Raja saat itu.
“Yak yak kaba ni adau cincin secintau adau amau luk ini,” tebak Raja.
“Nidau pukuk au, ini ni pengenjuk yang maha kuasau,” elak Sang Piatu.
Karena makanan yang ada sangat banyak, akhirnya Raja memanggil semua pelayan untuk makan bersama mereka.
Karena sangat kagum dengan cincin yang dimiliki Sang Piatu, Rajapun menginginkan cincin ajab itu. Raja sudah berulang kali merayu Sang piatu agar mau memberikan cincin itu kepadanya, namun, Sang piatu selalu menolak.
Akhirnya ia menyuruh Putri Bungsu untuk menjenguk Sang Piatu dan merayunya agar ia mau memberikan cincin ajaib itu kepada Raja.
“Sang Piatu minjam aku ndak semalam cincin kaba tu,” ujar Putri Bungsu dengan sedikit malu- malu.
“Yak jangan. Inilah permakan kami dengan ninik,” tolak Sang Piatu.