Cerpen: Sang Piatu
Lathifah Khairun Nisa--
“Nah Sang Piatu, luk ini ceritaunyau. Anjing kaba tu minjam aku kudai. Aku ni cak Rajau. Masau Raja miskin. Semalam ajau. Udim tu kaba lanjui cincin,” ujar sang Raja memberi penawaran baru.
“Jangan pembuung Rajau. Amau pembuung, Rajau tulah ndik ngasi. Nah, ambiklah anjing. Tapi serempak dengan cincin kelau balikkah,” Sang Piatu pun memberikan anjingnya dengan suka rela.
Sang Piatu pulang masih dengan perasaan gelisah.
“Luk manau tini, cincin nidau mbalik, anjinglah diambik pulau.”
Di sisi lain, Putri Bungsu sudah mulai tertarik dengan Sang Piatu. Karena, semakin hari Sang Piatu semakin tampan. Tidak hanya itu, Sang Piatu juga memiliki barang -barang ajib yang bisa mengabulkan apapun keingnannya.
“Uy ninik, mintak maaf nian. Anjinglah dibeteri cincin lum pulau dibalikkah nyau,” ujar Sang Piatu takut- takut.
“Itulah. Acaklah aku kicikkah. Kaba tu diyau ndak kendak kaba ajau,” kesal Nenek.
Dua hari berlalu, Sang Piatu dan Nenek sudah merasa sangat kelaparan. Singkong di hutan belum memiliki umbi. Sedangkan sayur-sayuran sudah sangat sulit ditemukan.
“Ay nik, nidau ngasi luk ini. Aku ke njenguk rajau kudai. Ndak ku lanjui cincin ngan anjing,” ujar Sang Piatu.
“Iluk nian cung. Alang kelapagh busung ni.”
Sang Piatu pun berangkat ke istana. Ia berjalan dengan lesu. Karena tubuhnya sudah tidak memiliki tenaga.
“Rajau lah duau aghi cincin ngan anjing di pinjam ni. Balik kah kudai. Aku ngan ninik ni lah pisak mikirkah makan ni,” ujar Sang Piatu pada raja saat sudah sampai dihadapannya.
“Yak, bekelau pulau Sang Piatu. Lusau-lusau aku balikkah,” Raja menolak mengembalikan cincin dan anjing. Berkali -kali Sang Piatu meminta cincinnya, namun Raja terus bersikeras tidak ingin mengembalikannya. Akhirnya Sang Piatu beranjak pulang dari istana dengan tangan kosong.
“luk apau cung, di balikkahnyau dengan Rajau?” tanya Nenek saat Sang Piatu masih cukup jauh darinya.
“Ay nidau nik. Lah payah aku ngicikkhnyau, tapi tapau amau jemau buntu nidau kedidenghgi,” jawab Sang Piatu lesu.