Cerpen: Sang Piatu
Lathifah Khairun Nisa--
“Nah, tunggu bagian Rajau. Amau luk itu nik, dapat cincin aku. Amau luk itu, akulah ndak pegi mbak kini nik ndak ke dusun,” ujar Sang Piatu riang.
“Arau namaunyau. Jangan kuday tabuh titu, tapi cung, amau aku masih kedengghgan,” mohon Nenek.
Kira kira sudah cukup jauh dari gubuk mereka, sehingga suara kelintang itu tidak terdengar lagi oleh Nenek, Sang Piatu mulai memukul kelintang dengan sangat keras.
Orang- orang yang sedang menjemur padi di pinggir jalan pun menari andun mengikuti irama kelintang Sang Piatu. Padi- padi itu berhamburan ditanah. Orang- orang terlihat bingung.
“Apa yang terjadi, mengapa aku tak bisa berhenti menari,” kira kira itulah yang ada dalam pikiran mereka.
Sang Piatu terus memukul kelintangny. Sampai ia berdiri di depan istana, ia melihat Raja, permaisui, dan Putri Bungsu melenggang menari dengan indah di halaman istana.
“Ampun Sang Piatu. Jangan agi tabuh titu,” mohon Raja saat melihat Sang Piatu memukul- mukul
kelintang ditangannya dengan santai.
“Yak, ngapau?” Sang Piatu pura- pura tidak tau.
“Kami ni nidau tau gheghadu agi. Jangan nian agi tabuh titu Sang Piatu,” ujar Raja masih berusaha memohon kepada Sang Piatu. Namun Sang Piatu masih memukul -mukul kelintang. Tidak mempedulikan kata- kata Raja.
“Nggup eh aku gheghadu. Tapau, Rajau tu pembuung. Narilah kudai, aku nginaki,” ujar Sang Piatu sambil tersenyum kegirangan.
“Amau kaba gheghadu nabuh titu Sang Piatu, cincin kaba ku balikkah. Anjing kaba ku balikkah. Kaba nukar aku jadi Rajau,” Raja memberi tawaran sambil terus menginjit injitkan kakinya menari andun. Namun sang piatu masih tidak mempedulikannya.
“Ay nidau ay, tuapau diyau titu,” ejek Sang Piatu sambil tertawa. Ia terus memukul-mukul kelintang. Kaki orang- orang yang menari di sana sudah melemas. Tangan mereka pun mulai terasa pegal.
“Pukuk au amau kaba gheghadu nabuh titu, cincin kaba ku balikkah, anjing kaba ku balikkah, kaba nukar aku jadi Rajau, beteri ke kutikahkah dengan kaba,” Raja masih bersikeras merayu Sang Piatu dengan penawaran penawarannya.
“Luk apau Rajau pembuung apau ndik?” Sang Piatu memastikan.