radarbengkulu.bacakoran.co — Penggunaan media sosial di kalangan anak muda terus meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Akses yang mudah dan beragam platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter membuat generasi muda terhubung dengan dunia secara instan.
Namun, di balik manfaat konektivitas tersebut, muncul kekhawatiran yang serius mengenai dampaknya terhadap kesehatan mental.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Kesehatan Remaja Indonesia, sekitar 45% remaja dan anak muda mengalami peningkatan gejala kecemasan, depresi, dan rendahnya kepercayaan diri akibat paparan konten di media sosial.
Salah satu faktor utama yang berkontribusi adalah fenomena "Fear of Missing Out" (FOMO), di mana anak muda merasa cemas atau tersisih jika mereka tidak mengikuti tren atau kegiatan yang sedang ramai dibicarakan.
BACA JUGA:5 Manfaat Mindfulness untuk Kesehatan Mental di Era Digital
BACA JUGA:Hujan dan Kesehatan Mental: Bagaimana Suara Rintik Hujan Membantu Relaksasi dan Mengurangi Stres
Tekanan dari Konten Perfeksionisme
Seiring meningkatnya penggunaan media sosial, semakin banyak anak muda yang membandingkan diri mereka dengan kehidupan yang terlihat "sempurna" dari orang lain.
Foto-foto liburan mewah, pencapaian akademis, dan gaya hidup glamor yang sering diposting menciptakan standar yang tidak realistis.
"Perbandingan sosial ini dapat menurunkan kepercayaan diri dan memicu gangguan citra tubuh, terutama pada remaja putri," ujar Dr. Anita Sari, seorang psikolog remaja dari Universitas Gadjah Mada.
Selain itu, tekanan untuk mendapatkan "like" dan komentar positif menjadi salah satu sumber stres. Anak muda sering kali merasa bahwa popularitas online mereka menentukan nilai diri, yang pada akhirnya dapat mengarah pada perasaan tidak berharga ketika mereka tidak mendapatkan perhatian yang diharapkan.