Ia menegaskan bahwa menutup aurat bagi umat Islam adalah kewajiban, sehingga larangan mengenakan jilbab dalam konteks apapun merupakan pelanggaran terhadap hak beragama.
Ia juga menekankan bahwa pakaian, terutama yang berkaitan dengan syariat agama, bukan hanya soal tradisi, tetapi juga bagian dari ibadah. Oleh karena itu, regulasi yang membatasi penggunaan jilbab, apalagi dalam upacara kenegaraan seperti pengukuhan Paskibraka, sangat tidak tepat.
“Pakaian itu ibadah. Menutup aurat bagi umat Islam itu hukumnya wajib. Maka saya bersurat secara resmi agar BPIP dapat mencabut regulasi ini,” pungkas Gubernur Rohidin.
BACA JUGA:Menjelang HUT RI ke-79 Pemda Kaur Gelar Turnamen Bola Voli Diikuti 71 Tim
BACA JUGA:Khutbah Jumat: Bahagiakanlah Ayah Ibumu Dengan Doa di Alam Sana
Sikap tegas Gubernur Bengkulu ini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, terutama di Provinsi Bengkulu. Kebijakan yang melindungi hak-hak beragama dan menghormati keberagaman ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam menjaga kebhinekaan di Indonesia. Keputusan Gubernur Rohidin untuk bersurat kepada BPIP juga dinilai sebagai langkah penting dalam memastikan bahwa hak-hak beragama di Indonesia tetap dihormati dan dilindungi oleh negara.
Isu pelepasan jilbab pada Paskibraka putri ini memang menjadi ujian bagi komitmen bangsa dalam menjaga prinsip kebhinekaan. Sebagai negara yang kaya akan keberagaman, Indonesia dituntut untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan kebebasan beragama. Termasuk dalam hal penggunaan atribut keagamaan. Dengan sikap tegas yang diambil Gubernur Rohidin, harapan untuk mengakhiri polemik ini kini semakin besar.