RADAR BENGKULU – Di tengah kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi seperti Pertalite dan Bio Solar di Provinsi Bengkulu, harga BBM non-subsidi justru mengalami kenaikan. Pertamina Patra Niaga secara resmi menaikkan harga Pertamax mulai Sabtu, 10 Agustus 2024, pukul 00.00 waktu setempat, menjadikannya salah satu BBM RON 92 dengan harga yang masih kompetitif di Indonesia.
Kenaikan harga ini disebabkan oleh tren kenaikan harga rata-rata minyak dunia atau Indonesia Crude Price (ICP) serta fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
Area Manager Communication, Relations & CSR Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan, menjelaskan bahwa penyesuaian harga BBM non-subsidi telah dilakukan oleh seluruh badan usaha sejak awal Agustus 2024.
"Penyesuaian ini bukan keputusan yang diambil sepihak. Kenaikan ini sudah disesuaikan dengan kondisi pasar global dan nasional," jelas Nikho.
BACA JUGA:Pameran Ayam Brugo, Gubernur Bengkulu Tekankan Pentingnya Pelestarian Hutan
BACA JUGA:Ribuan Warga Padati Monumen Fatmawati, Semangat Patriotisme Menggelora di Dada
Dengan kenaikan terbaru, harga Pertamax di wilayah Bengkulu mencapai Rp 14.300 per liter, lebih tinggi dibandingkan harga di Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, dan Bangka Belitung yang berada di angka Rp 14.000 per liter.
Perbedaan ini disebabkan oleh besaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang di Bengkulu mencapai 10%, lebih tinggi dari daerah lain yang hanya 7,5%.
Kenaikan harga ini terjadi di saat masyarakat Bengkulu sedang mengalami kesulitan dalam mendapatkan BBM bersubsidi. Kelangkaan ini menambah beban ekonomi masyarakat. Terutama yang bergantung pada BBM bersubsidi untuk kegiatan sehari-hari.
Banyak warga yang harus mengantre panjang di SPBU atau bahkan terpaksa beralih ke BBM non-subsidi yang harganya lebih mahal.
BACA JUGA:Program Belajar Gratis dari PNM Sudah Hadir di Pelosok Negeri
BACA JUGA:Jelang HUT ke -79 RI, 61 Regu Gerak Jalan Indah Warnai Kota Arga Makmur
Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari menegaskan, meskipun harga BBM non-subsidi mengalami kenaikan, Pertamina tetap berusaha menjaga stabilitas ekonomi.
"Kami sangat mempertimbangkan daya beli masyarakat dalam penetapan harga. Meskipun tren ICP naik sejak akhir trimester pertama, kami baru menyesuaikan harga ini setelah lebih dari lima bulan. Harga yang ditetapkan juga tetap paling terjangkau di pasar untuk produk-produk dengan kualitas setara," kata Heppy.
Heppy juga menyatakan bahwa penyesuaian harga dilakukan secara bertahap untuk mengurangi dampak pada masyarakat. "Seperti badan usaha lainnya, Pertamina juga melakukan penyesuaian harga BBM non-subsidi secara bertahap. Produk-produk BBM non-subsidi seperti Pertamax Turbo dan Dex Series sudah disesuaikan pada awal Agustus," tambahnya.