RADARBENGKULU.bacakoran.co - Provinsi Bengkulu menghadapi tantangan serius dalam upaya menurunkan angka stunting di tengah-tengah masyarakat. Kelangkaan pangan yang terjadi, bahkan di kalangan petani, menjadi salah satu ancaman utama yang perlu diatasi dengan strategi dan kolaborasi yang tepat.
Direktur Eksekutif Akar Global Inisiatif, Erwin Basrin menyoroti masalah kelangkaan pangan yang ironisnya dialami oleh keluarga petani.
"Ironisnya, kelangkaan pangan terjadi pada keluarga petani," ungkapnya saat menghadiri workshop inovasi penurunan stunting berbasis tata kelola kawasan hutan yang inklusif dan berkelanjutan.
Pola bertani yang lebih menitikberatkan pada kebutuhan pasar menjadi salah satu faktor penyebab utama kelangkaan pangan. Petani cenderung menanam tanaman yang lebih menguntungkan secara ekonomi, sehingga kebutuhan pangan mereka menjadi terpinggirkan.
BACA JUGA:Pemanfaatan Produk dan Jasa Layanan Perbankan, Bank Bengkulu Teken PKS dengan Polda Bengkulu
BACA JUGA:Siap-Siap, Seleksi CPNS Jalur Sekolah Kedinasan Dibuka, Tersedia 3.445 Formasi di Bulan Ini
"Idealnya, petani juga harus diarahkan untuk menanam kebutuhan pangan mereka terlebih dahulu," jelas Erwin.
Menyikapi masalah ini, Wakil Gubernur Bengkulu, Dr. E. H. Rosjonsyah menekankan pentingnya kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk NGO, dalam upaya menekan angka stunting.
Strategi tata kelola kawasan hutan yang inklusif dan berkelanjutan juga dianggap sebagai langkah tepat dalam menjaga kelestarian lingkungan sambil memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
"Tidak terkecuali bagi masyarakat. Makanya sejak awal untuk menekan stunting, kita membutuhkan kolaborasi dengan sejumlah pihak. Seperti halnya NGO (Non Government Organization)," ujar Rosjonsyah
BACA JUGA:Gusnan Mulyadi Pastikan Urusan Pemulangan Jenazah Wandri TKI di Malaysia ke Manna Tuntas
.BACA JUGA:Nota Kesepakatan dan NPHD Pengamanan Pilkada Kaur sebesar Rp 3,8 Miliar
Disamping itu, tambah Rosjonsyah, juga dibutuhkan strategi yang tepat. Seperti tata kelola kawasan hutan yang inklusif dan berkelanjutan.
"Yang mana dalam praktiknya, bisa tetap menjaga kelestarian kawasan hutan, dan disisi lainnya bisa memenuhi kebutuhan pangan masyarakat atau para petani. Sehingga nantinya percepatan penurunan stunting bisa terwujud," tegas Rosjonsyah.