Ledre intip hingga saat ini masih dapat ditemukan di daerah Surakarta, biasanya dijajakan di tepi jalan. Namun, di kampung Laweyan juga terdapat pembuat dan penjual kudapan ini.
Ledre, yang disebutkan dalam Serat Centhini, adalah kudapan yang sering disajikan pada momen pesta pernikahan.
Susilo (47), pemilik warung Ledre Laweyan generasi kedua, mengungkapkan hal yang sama.
"Di dalam sebuah buku kuno bernama Serat Centhini, diceritakan bahwa raja-raja zaman dulu sering berkunjung ke berbagai tempat dan pasti membeli makanan.
Raja juga mencatat pengalaman tersebut dalam buku agendanya. Salah satu yang tertulis adalah kata 'ledre'," jelas Susilo.
Susilo menjelaskan bahwa awalnya, ledre kuno dibuat dengan cara mencampurkan ketan mentah dan air dalam wajan, kemudian dipanasi hingga matang.
Namun, karena proses ini memakan waktu yang cukup lama, ibunya, almarhumah Sri Martini, melakukan inovasi.
"Jadi, ketan dicampur dengan kelapa dan air, lalu ditanak di luar. Setelah matang, baru dimasukkan ke wajan. Cara ini lebih cepat dan menghasilkan tekstur yang lebih empuk," ujar Susilo.