Bengkulu Ciptakan Terobosan Lingkungan dengan Program RBP REDD+ GCF

Menutup tahun 2024, Provinsi Bengkulu mencatatkan langkah penting dalam upaya pelestarian lingkungan. Berkat kolaborasi antara pemerintah, lembaga nonpemerintah, dan masyarakat, provinsi ini berhasil menunjukkan penurunan signifikan dalam deforestasi-Windi-RADAR BENGKULU

Penurunan Emisi Karbon dan Pemberdayaan Masyarakat Lokal

RADAR BENGKULU - Menutup tahun 2024, Provinsi Bengkulu mencatatkan langkah penting dalam upaya pelestarian lingkungan. Berkat kolaborasi antara pemerintah, lembaga nonpemerintah, dan masyarakat, provinsi ini berhasil menunjukkan penurunan signifikan dalam deforestasi.

Analisis citra satelit yang dilakukan oleh Tim Geographic Information System (GIS) dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, menunjukkan bahwa laju kehilangan tutupan hutan di Bengkulu pada 2024 hanya berkurang 1.155 hektare, jauh lebih baik dibandingkan dengan 8.306 hektare pada tahun sebelumnya.

Menurut Rudi Syaf, Manager Komunikasi KKI Warsi, ini menunjukkan bahwa Bengkulu berhasil menekan deforestasi hingga 86 persen. Keberhasilan ini berkat berbagai upaya mitigasi yang dilakukan di hutan lindung, taman nasional, dan kawasan cagar alam.

Di sisi lain, meski ada penurunan signifikan, beberapa kawasan seperti Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi masih menghadapi tantangan besar, dengan kehilangan masing-masing 1.914 hektare dan 373 hektare.

Namun, tidak hanya sekadar angka deforestasi yang menggembirakan. Program-program pengelolaan hutan yang lebih baik berdampak langsung pada penurunan emisi karbon. KKI Warsi mencatatkan penurunan emisi karbon dioksida dari deforestasi yang turun tajam dari 7 juta ton CO2 pada 2023 menjadi hanya 1 juta ton CO2 pada 2024.

BACA JUGA:Siapkan Teropong, Pemkot Imbauan Pengunjung Tidak Berenang di Pantai Panjang Saat Nataru

BACA JUGA:Semua OPD Diminta Menyelesaikan Laporan Keuangan di Akhir Tahun

Rudi Syaf menyoroti bahwa kegiatan ekstraktif seperti izin usaha pertambangan, perkebunan kelapa sawit, dan pengelolaan hutan oleh korporasi menjadi penyebab utama pelepasan emisi terbesar.

Pada 2024, Perusahaan Berizin Pengelolaan Hutan (PBPH) tercatat menyebabkan kehilangan hutan sebesar 1.705 hektare. Ini menjadi tantangan serius dalam pengendalian perubahan iklim di Bengkulu.

Melihat tantangan ini, Adi Junedi, Direktur KKI Warsi menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan masyarakat untuk memperbaiki tata kelola kehutanan dan restorasi lahan kritis.

“Perbaikan tata kelola kehutanan, restorasi lahan kritis, dan pengawasan ketat terhadap izin pengelolaan hutan harus segera diterapkan,” ujar Adi.

Salah satu langkah konkrit yang dilakukan adalah program Hutan Desa di Desa Baru Raja R, Bengkulu Utara. Program ini menunjukkan hasil positif, dengan masyarakat setempat memulihkan hutan yang terdegradasi dengan menanam kopi, sekaligus mengembangkan produk kopi premium sebagai alternatif ekonomi.

“Ekonomi berbasis potensi lokal seperti ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga mengurangi tekanan terhadap hutan,” tambah Adi.

Lebih jauh ia mengatakan, Bengkulu juga meluncurkan Program Results-Based Payment (RBP) REDD+ Green Climate Fund (GCF) Output 2 pada 23 Desember 2024. Program ini bertujuan untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK) dan memastikan keberlanjutan hutan melalui kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga non-pemerintah, serta masyarakat lokal.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan