Mencari Keadilan di Antara Norma dan Nurani: Relevansi Filsafat Hukum di Era Modern

Mencari Keadilan di Antara Norma dan Nurani: Relevansi Filsafat Hukum di Era Modern-IST-

 

NAMA : ALHAQHI FADHIL DEVANDHA  

NPM         : B1A023375

FAKULTAS: HUKUM

PRODI : ILMU HUKUM

DOSEN MATA KULIAH : Dr. Herlita Eryke, S.H., M.H.

UNIVERSITAS BENGKULU

 

Di tengah perubahan sosial, globalisasi, dan kemajuan teknologi, makna keadilan kembali menjadi sorotan. Hukum sering kali berorientasi pada kepastian norma, sementara masyarakat menuntut penegakan hukum yang berlandaskan nurani dan moralitas. Dalam konteks ini, filsafat hukum hadir untuk menjembatani antara norma tertulis dan rasa keadilan yang hidup di hati masyarakat.

Filsafat hukum tidak sekadar membahas apa itu hukum, tetapi juga mengapa hukum itu ada dan untuk siapa hukum itu ditegakkan. Menurut Soekowathy (2003) dalam Jurnal Filsafat Universitas Gadjah Mada, filsafat hukum berfungsi menggali dasar dan tujuan hukum agar selaras dengan nilai keadilan yang hidup di masyarakat. Artinya, hukum bukan hanya sekadar aturan formal, tetapi instrumen moral untuk mencapai kebaikan bersama.

Secara konseptual, hukum memiliki dua wajah. Pertama, sebagai norma positif aturan yang memberikan kepastian dan sanksi. Ia menjamin keteraturan, namun sering kali tidak menjamin keadilan substantif. Sebagaimana diuraikan Totok Sugiarto (2015) dalam IUS: Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum, hukum seharusnya menjadi sarana untuk mencapai keadilan, bukan tujuan itu sendiri. Kedua, sebagai nurani hukum yakni nilai moral dan rasa keadilan masyarakat. Ketika norma formal tidak sejalan dengan nurani publik, hukum kehilangan legitimasi moralnya. Oleh karena itu, hakim dan pembuat kebijakan perlu menggali “rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat” sebagaimana ditekankan dalam Refleksi Hukum (UKSW, 2020).

Di era modern, relevansi filsafat hukum semakin besar. Menurut Dino Febriansyah Sitorus dan Ayu Trisna Dewi (2023) dalam Warta Dharmawangsa, kemajuan digital dan globalisasi menuntut penyesuaian hukum agar tidak tertinggal dari perubahan sosial. Filsafat hukum membantu menafsirkan ulang nilai keadilan di tengah isu-isu baru seperti kecerdasan buatan, privasi digital, dan kesetaraan global. Sementara itu, Larasati Fitriani Asis (2023) dalam Taruna Law Journal menegaskan bahwa keadilan bersifat dinamis, bergantung pada konteks sosial dan budaya, sehingga hukum perlu berpijak pada nurani masyarakat agar tetap relevan.

Kritik terhadap positivisme hukum yang memisahkan hukum dari moralitas juga semakin kuat. Hukum yang hanya berlandaskan teks tanpa mempertimbangkan nilai etika cenderung kaku dan kehilangan makna kemanusiaannya. Sebagaimana ditegaskan oleh Realisme Hukum (journals.usm.ac.id, 2023), hukum adalah hasil interaksi kekuatan sosial dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat.

Dalam konteks Indonesia, filsafat hukum berperan penting untuk memastikan hukum nasional tetap berpijak pada nilai-nilai Pancasila dan keadilan sosial. Hukum harus mencerminkan keseimbangan antara norma formal dengan nilai kemanusiaan, moralitas, dan nurani publik. Penegakan hukum yang berkeadilan tidak dapat dicapai hanya melalui kepastian aturan, tetapi juga melalui kesadaran moral para penegak hukum dan partisipasi masyarakat.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan