Golkar Dirugikan Jika Tidak Kader Menjabat teritorial Jadi Ketua DPD
DPD Golkar Provinsi Bengkulu--
RADAR BENGKULU – Suhu politik internal Partai Golkar Bengkulu kian memanas menjelang Musyawarah Daerah (Musda) XI yang dijadwalkan berlangsung pada Minggu, 5 November 2025 mendatang. Perebutan kursi Ketua DPD I Golkar Bengkulu dipastikan berlangsung ketat dengan munculnya lima nama kader terbaik partai beringin.
Nama-nama itu bukan orang sembarangan. Mereka adalah tokoh yang punya basis kekuatan politik sekaligus pengaruh elektoral. Dari kalangan eksekutif, ada Bupati Kaur Gusril Fauzi yang disebut-sebut siap maju. Dari legislatif, ada Ketua DPRD Provinsi Bengkulu Sumardi, serta Anggota DPR RI Dirta Rohidin. Selain itu, Samsu Amanah yang kini duduk sebagai anggota DPRD Provinsi, Syamsurachman yang juga masuk dalam bursa.
“Pertarungan kali ini diprediksi tidak akan mudah, sebab hampir semua kandidat memiliki jabatan politik dan basis massa masing-masing,” ujar pengamat politik Universitas Bengkulu, Prof. Dr. Panji Suminar, MA.
Panji menilai, kultur politik di tubuh Golkar selama ini cenderung menempatkan kader yang memiliki jabatan teritorial sebagai Ketua DPD. “Biasanya yang terpilih itu adalah tokoh dengan posisi eksekutif atau legislatif yang kuat, karena dianggap mampu membawa suara partai lebih besar,” jelasnya.
BACA JUGA:Kopdes/Kel Merah Putih Bakal Terima Stimulus Fiskal
BACA JUGA:Tersangka Dugaan Korupsi di Bawaslu Bengkulu Tengah Berpotensi Bertambah
Meski demikian, Panji tak menampik bahwa situasi politik kali ini berbeda. Dinamika yang berkembang bisa saja membuka peluang bagi kader non-teritorial, asalkan mereka mampu menunjukkan kapasitas, soliditas jaringan, serta dukungan finansial yang cukup.
“Namun tetap saja, jika Golkar ingin mempertahankan basis dan merebut kemenangan di Pemilu 2029, sangat krusial bagi partai ini untuk menempatkan figur dengan jabatan teritorial. Sebab kekuatan politik tidak semata-mata uang, tetapi juga pengaruh nyata di daerah,” tambahnya.
Dari beberapa nama yang muncul, Bupati Kaur Gusril Fauzi dinilai sebagai kuda hitam. Meski belum banyak bicara ke publik, Gusril diyakini punya jaringan kuat di tingkat kabupaten, terutama karena statusnya sebagai kepala daerah aktif.
“Kalau dilihat, Gusril cukup diperhitungkan. Tapi ini politik, semua bisa berubah menjelang Musda. Yang jelas, pemilik suara harus jeli, tidak hanya melihat kemampuan finansial, tetapi juga sejauh mana calon bisa menggalang dukungan politik,” kata Panji.
Golkar Bengkulu sendiri menghadapi tantangan tidak ringan di Pemilu 2029. Pada pemilu sebelumnya, partai beringin berhasil meraih 10 kursi DPRD Provinsi Bengkulu, sebuah pencapaian besar yang tidak lepas dari pengaruh Ketua DPD kala itu yang juga menjabat sebagai Gubernur Bengkulu.
Namun situasinya kini berbeda. Hampir semua bupati dan wakil bupati di Bengkulu telah bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN) yang dikomandoi Gubernur Helmi Hasan. Golkar hanya menyisakan dua bupati. Kondisi ini diprediksi akan memengaruhi peta dukungan politik, terutama di tingkat daerah.
BACA JUGA:Tsk Bawaslu Bengkulu Tengah Potensi Bertambah
“Golkar memang sedang menghadapi situasi sulit. Jika tidak ada figur dengan jabatan teritorial yang terpilih sebagai Ketua DPD, maka partai bisa dirugikan secara elektoral. Helmi Hasan sudah menguasai banyak kepala daerah lewat PAN. Jadi Golkar harus memilih ketua yang benar-benar punya kekuatan di daerah,” tegas Panji.