Diduga Korupsi PAD Mega Mall Bengkulu, Wahyu Laksono Akhirnya Mendekam di Rutan Malabero

Ilustrasi ditahan di penjara--
RADAR BENGKULU – Satu per satu teka-teki kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pengelolaan Mega Mall (MM) dan Pasar Tradisional Modern (PTM) di Kota Bengkulu mulai terbongkar.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka dan sempat menjalani pemeriksaan intensif di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Wahyu Laksono, Direktur Utama PT Dwihasa Selaras Abadi, akhirnya tiba di Bengkulu.
Wahyu mendarat di Bandara Fatmawati Soekarno pada Jumat (6/6) pagi. Tak banyak bicara, ia langsung digiring ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Malabero. Penampilannya tenang, namun sorotan kamera awak media tak berhenti membidiknya. Di balik kemeja yang rapi, tersimpan dugaan skandal besar yang menyeret pundi-pundi daerah sejak dua dekade lalu.
Wahyu menjadi tersangka ketiga dalam kasus yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 200 miliar.
BACA JUGA:Jamaah Haji Bengkulu Rampungkan Wukuf di Arafah, Kloter Pertama Dijadwalkan Pulang 13 Juni 2025
BACA JUGA:Inilah 10 Tradisi Idul Adha di Indonesia yang Masih Dilestarikan
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Bengkulu telah menetapkan dua nama tenar lainnya: mantan Wali Kota Bengkulu berinisial AK, serta Direktur Utama PT Tigadi Lestari, KB.
Kepastian penetapan Wahyu sebagai tersangka disampaikan langsung oleh Kepala Kejati Bengkulu, Victor Antonius Saragih Sidabutar, melalui Kasi Penkum Ristianti Andriani dan Kasi Penyidikan Danang Prasetyo.
Dalam keterangan resminya, Danang menyebut penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik mengantongi minimal dua alat bukti yang sah secara hukum.
"Peran Wahyu cukup krusial. Ia terlibat langsung dalam pembuatan perjanjian awal antara pengelola dan pihak lain. Nah, dari sinilah kemudian muncul dugaan kebocoran PAD yang kita telusuri sampai ke akar-akarnya," ujar Danang kepada wartawan.
BACA JUGA:Masjid Jami' Babussalam Kota Bengkulu Kurban 9 Ekor
BACA JUGA:Ini Dia Penyebab Merasa Cukup Tidur tapi Masih Mengantuk
Perjanjian yang dimaksud merujuk pada kontrak pengelolaan Mega Mall dan PTM yang disepakati pada tahun 2004. Sayangnya, sejak 2005 hingga kini, tidak ada perpanjangan atau pembaruan resmi. Bahkan, informasi dari penyidik menyebutkan bahwa perjanjian itu sempat direvisi beberapa kali, namun tidak pernah benar-benar dikunci lewat kesepakatan formal.
Kisah panjang Mega Mall dan PTM Bengkulu memang penuh warna. Pada masa awalnya, proyek ini digadang-gadang menjadi pusat perbelanjaan modern yang akan mendongkrak ekonomi daerah. Sayangnya, harapan tinggal harapan. Alih-alih menjadi sumber PAD, pengelolaannya justru menyimpan tumpukan persoalan hukum.