FMPR Desak PN Bengkulu Selatan Bebaskan Silmawanto

FMPR Bengkulu Selatan menuntut Pengadilan Negeri Manna membebaskan Silmawanto.--
RADAR BENGKULU, MANNA – Forum Masyarakat Pino Raya (FMPR) Bengkulu Selatan menggelar aksi di Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu Selatan.
Hal ini dilakukan untuk menyuarakan ketidakadilan terhadap para petani yang terjerat konflik agraria berkepanjangan dengan PT Agro Bengkulu Selatan (PT ABS).
Tuntutan utama peserta aksi adalah mendesak agar majelis hakim PN Bengkulu Selatan untuk memvonis bebas Silmawanto, salah satu petani Pino Raya yang dalam perkara ini dinilai sarat kriminalisasi.
Menurut Julius Nainggolan selaku orator aksi, vonis terhadap Silmawanto mencerminkan bentuk kezaliman hukum.
“Pelapor tidak bisa membuktikan legalitas atas tanah perizinan Perusahaan. Tapi petani tetap divonis bersalah. Ini jelas bentuk kriminalisasi,” ujar Julius didepan PN Kamis kemaren (5/6).
BACA JUGA:Kemenag BS Laksnakan Pembinaan PPPK
BACA JUGA:Program TMMD ke 142 Semoga Bermanfaat Bagi Masyarakat
Julius juga mempertanyakan legalitas PT ABS yang sejak 2012 diduga tidak memiliki hak guna lahan (HGU) sah namun tetap melakukan penguasaan dan panen.
Forum juga menyoroti kinerja aparat penegak hukum, terutama kejaksaan dan kepolisian. Julius mengungkapkan, pada 2023 PT ABS sempat diusut oleh Kejaksaan, namun prosesnya mandek tanpa kejelasan. Ia bahkan menuding adanya kolaborasi gelap antara perusahaan dan aparat untuk menekan petani.
Lekat Gumay, anggota Forum Pino Raya lainnya, menyatakan bahwa keputusan hukum di negeri ini kerap tidak berpihak pada rakyat kecil.
“Sejak 2016 habisnya masa berlaku Izin Lokasi, HGU PT ABS belum keluar, tapi mereka tetap beroperasi. Kami mendesak agar perusahaan ini dibubarkan karena tidak layak dan tidak legal,” tegasnya.
Lekat juga menambahkan bahwa masyarakat meminta majelis hakim memeriksa ulang kelengkapan administrasi perusahaan tersebut.
Adapun yang disampaikan oleh Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu, Dodi Faisal, menyatakan bahwa ketidakberdayaan aparat daerah telah memaksa warga membawa perkara ini hingga ke tingkat nasional.
"Bahwa kami sudah laporkan ke Kejaksaan Agung. Sistem hukum di daerah ini tidak bisa diandalkan, dan transparansi harus ditegakkan,” katanya.